Dampak Krisis Iklim: Hanya Tiga Kabupaten di Kalbar yang Panen Tengkawang

PONTIANAK  – Dampak krisis iklim semakin nyata dirasakan para petani hutan di Kalimantan Barat (Kalbar). Salah satunya terlihat pada musim buah tengkawang (Shorea spp), yang kini semakin sulit diprediksi oleh masyarakat adat maupun petani perhutanan sosial di 12 kabupaten.

Ketua Kelompok Pengelola Hutan Adat Dayak Iban Menua Ngaung Keruh, Kabupaten Kapuas Hulu, Robertus Tutong, menuturkan kondisi cuaca yang ekstrem sangat memengaruhi siklus produksi buah tengkawang. “Seperti yang kami alami pada tahun 2024 ada kemarau selama dua bulan, membuat produksi buah merosot tajam,” ujarnya saat menghadiri Festival Tengkawang 2025 di Pontianak, Kamis (28/8/2025).

Robertus menjelaskan, pada September 2024 pohon tengkawang di Kapuas Hulu sebenarnya sudah memasuki masa berbunga yang lebat. Bahkan, beberapa ranting pohon patah karena tidak mampu menahan banyaknya bunga. Namun, musim kemarau yang berlangsung dua bulan penuh membuat bunga-bunga itu berguguran dan gagal menjadi buah.

Situasi tersebut mengakibatkan petani tengkawang mengalami gagal panen. Prediksi panen besar yang sempat diharapkan pada 2025 pun meleset jauh dari perkiraan. “Kami sudah membayangkan akan panen besar di tahun 2024 tetapi ternyata gagal, dan sampai saat ini untuk wilayah Kapuas Hulu belum ada pohon tengkawang yang berbunga,” tambahnya.

Di hutan adat Menua Ngaung Keruh, penanaman pohon tengkawang telah dilakukan sejak 2015 dengan jumlah 94 ribu batang dari berbagai spesies. Pada 2023, program penanaman kembali dilanjutkan dengan 18 ribu batang baru di lahan seluas 185 hektare.

Sementara itu, Koordinator Jaringan Tengkawang Kalbar, Valentinus Heri, mengungkapkan bahwa musim kemarau panjang pada 2024 menyebabkan hanya sebagian kecil wilayah yang berhasil memanen buah tengkawang. “Padahal untuk petani hutan, terutama petani perhutanan sosial, buah tumbuhan hutan ini menjadi andalan untuk mendapatkan pemasukan dengan harga jual buah tengkawang kering Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram,” jelasnya.

Berdasarkan pendataan pihaknya, hanya Kabupaten Bengkayang, Landak, dan Sanggau yang mampu memanen tengkawang pada 2024. Sementara wilayah lain seperti Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Ketapang, Sambas, dan Sekadau justru mengalami gagal panen.

Kondisi ini menunjukkan betapa krisis iklim memberikan dampak nyata bagi keberlangsungan ekonomi masyarakat adat yang menggantungkan hidup pada hasil hutan bukan kayu. Para petani berharap dukungan pemerintah maupun pihak terkait untuk menjaga keberlanjutan ekosistem tengkawang yang menjadi identitas sekaligus sumber penghidupan masyarakat Kalbar. []

Redaksi10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com