BPS Catat Inflasi Rawat Inap Tertinggi di Kaltara, Harga Obat Masih Stabil

TANJUNG SELOR – Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Utara melaporkan adanya kenaikan signifikan pada subkelompok jasa rawat inap sepanjang Agustus 2025. Inflasi tahunan (year on year/yoy) di sektor ini tercatat sebesar 31,83 persen atau jika dibulatkan menjadi 32 persen. Angka tersebut menjadikannya sebagai komponen dengan inflasi tertinggi dibanding subkelompok lainnya.

Kepala BPS Kaltara, Mas’ud Rifai, menjelaskan lonjakan biaya rawat inap tersebut berdampak langsung pada kelompok kesehatan secara keseluruhan. “Kelompok kesehatan memberikan andil inflasi sebesar 0,20 persen. Komoditas yang paling dominan adalah tarif rumah sakit, dengan sumbangan 0,18 persen,” ujarnya  pada (03/09/2025).

Ia menambahkan, indeks harga kelompok kesehatan naik dari 102,26 pada Agustus 2024 menjadi 110,79 pada periode yang sama tahun ini. Dengan demikian, kelompok kesehatan mencatat inflasi sebesar 8,31 persen.

Kenaikan hampir sepertiga biaya rawat inap ini berarti masyarakat harus menanggung beban pengeluaran yang jauh lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagai gambaran, jika tahun lalu seorang pasien mengeluarkan biaya sekitar Rp1 juta, kini jumlah yang perlu disiapkan meningkat menjadi sekitar Rp1,3 juta untuk layanan yang sama.

Sementara itu, subkelompok obat-obatan dan produk kesehatan relatif stabil. Inflasi di sektor ini hanya sebesar 0,77 persen. Angka tersebut menunjukkan harga obat tidak mengalami perubahan signifikan, meski tetap berkontribusi terhadap inflasi di kelompok kesehatan.

Meski kontribusi kelompok kesehatan terhadap inflasi gabungan Kalimantan Utara hanya sebesar 0,20 persen, dampaknya dinilai cukup terasa bagi masyarakat. Hal ini karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa ditunda.

Kenaikan tarif rumah sakit menjadi sorotan utama karena secara langsung membebani rumah tangga, terutama bagi keluarga dengan anggota yang membutuhkan layanan rawat inap. Kondisi ini juga dapat memengaruhi daya beli masyarakat, mengingat pengeluaran kesehatan sering kali bersifat mendesak dan tidak bisa dihindari.

Menurut BPS, fenomena ini perlu menjadi perhatian berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah, dalam menjaga stabilitas harga dan keterjangkauan layanan kesehatan. Dengan biaya kesehatan yang terus meningkat, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam mengatur keuangan rumah tangga sekaligus menjaga kesehatan agar tidak terbebani pengeluaran yang lebih besar di kemudian hari. []

Redaksi10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com