JAKARTA – Tenggat waktu yang diberikan publik kepada pemerintah untuk menindaklanjuti “17+8 Tuntutan Rakyat” akhirnya tiba. Hari ini, Jumat (05/09/2025), menjadi momentum penting karena masyarakat menunggu apakah pemerintah benar-benar akan merespons desakan yang ramai diperbincangkan di media sosial sejak Sabtu (30/08/2025) lalu.
Gerakan yang digagas kolektif masyarakat sipil tersebut memberi waktu satu pekan bagi pemerintah dan lembaga negara terkait untuk merespons. Tuntutan itu meliputi isu demokrasi, keamanan, hukum, hingga perlindungan hak-hak masyarakat sipil.
Tidak hanya menggema di media sosial, dokumen “17+8 Tuntutan Rakyat” juga diserahkan secara langsung ke Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (04/09/2025) sore. Penyerahan dilakukan di depan Gerbang Pancasila oleh perwakilan dari Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah.
Beberapa figur publik dan aktivis turut hadir, di antaranya Abigail Limuria, Andhyta F Utami (Afutami), Jerome Polin, Andovi da Lopez, Jovial da Lopez, Fathia Izzati, hingga Ferry Irwandi. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa desakan ini tidak hanya datang dari kelompok aktivis, tetapi juga dari kalangan kreator konten dan generasi muda yang memiliki pengaruh besar di ruang digital.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra Andre Rosiade serta anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka menerima langsung dokumen tuntutan tersebut. Andre bahkan menandatangani surat pernyataan serah terima tuntutan rakyat. “Insya Allah kita akan membuat transformasi ke depan menjadi lebih baik, sesuai dengan tuntutan dan harapan dari masyarakat untuk pemerintah sekarang,” ujarnya.
Deadline satu pekan yang diberikan rakyat dianggap realistis oleh sebagian pihak. Andovi da Lopez, salah satu perwakilan kolektif, menegaskan bahwa DPR RI mampu bekerja cepat jika memang ada komitmen politik.
“Kalau kalian masih ingat, tahun lalu, di 22 Agustus, pasca-putusan MK. RUU Pilkada bisa kok dikerjakan dalam satu malam saja!” ucap Andovi, yang langsung disambut sorakan peserta aksi. Ia menilai, jika DPR bisa menuntaskan legislasi yang berkaitan dengan kepentingan politik dalam waktu singkat, seharusnya mereka juga bisa melakukan hal serupa untuk aspirasi masyarakat.
Lebih lanjut, Andovi menjelaskan bahwa tidak semua dari 17+8 tuntutan ditujukan kepada DPR RI. Ada pula yang dialamatkan ke lembaga lain, seperti TNI, Polri, Kejaksaan, hingga Presiden. Dengan demikian, gerakan ini menekankan pentingnya kerja sama antar-lembaga dalam menjawab keresahan rakyat.
Menjelang batas akhir, publik masih mempertanyakan sejauh mana pemerintah menindaklanjuti tuntutan tersebut. Menurut Andovi, sebagian dari tuntutan memang mulai mendapat perhatian, tetapi ada pula yang justru mundur dari titik awal. “Soal tuntutan-tuntutan, sejauh ini ada 13 yang baru dimulai, delapan belum digubris, yang empat malah mundur,” ungkapnya.
Tuntutan yang dianggap mengalami kemunduran mencakup isu kekerasan aparat, keterlibatan TNI dalam urusan sipil, pembebasan massa aksi yang ditangkap, hingga penegakan sanksi terhadap aparat yang diduga melanggar. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran publik bahwa komitmen pemerintah belum sepenuhnya nyata.
Meski masih ada skeptisisme, para penggagas 17+8 Tuntutan Rakyat tetap berharap bahwa suara publik dapat menggerakkan perubahan. Mereka menegaskan, desakan ini bukan sekadar tren sesaat di media sosial, melainkan aspirasi nyata dari masyarakat yang ingin melihat perbaikan dalam sistem hukum, demokrasi, dan perlindungan hak asasi manusia.
Keterlibatan influencer dan tokoh muda dalam gerakan ini juga memperlihatkan bagaimana generasi baru tidak hanya aktif di ruang digital, tetapi juga berani mengambil peran dalam advokasi politik. Gerakan ini dinilai bisa menjadi tonggak penting dalam mendorong partisipasi publik yang lebih luas dalam proses demokrasi.
Kini, semua mata tertuju pada langkah pemerintah dan lembaga negara terkait: apakah mereka akan menanggapi secara konkret tuntutan rakyat pada tenggat terakhir, atau justru membiarkan aspirasi tersebut menguap begitu saja. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan