SUMATERA UTARA – Tragedi longsor yang menimpa para pekerja tambang batu padas di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, kembali membuka mata publik terhadap minimnya penerapan standar keselamatan di sektor pertambangan rakyat. Insiden yang terjadi di Dusun I, Desa Marjanji Aceh, Kecamatan Aek Songsongan, Jumat (05/09/2025) sekitar pukul 11.30 WIB, merenggut tiga nyawa dan melukai satu pekerja lainnya.
Kapolres Asahan, AKBP Revi Nurvelani, menjelaskan bahwa kecelakaan bermula saat sejumlah pekerja tengah memindahkan bongkahan batu padas ke dalam truk Colt Diesel bernomor polisi BK 8964 LV. Pekerjaan dilakukan secara manual menggunakan palu besar. Tanpa diduga, tebing batu padas runtuh menimpa para pekerja yang berada di bawahnya.
“Akibat kejadian tersebut, tiga orang pekerja meninggal dunia di lokasi dengan luka parah di bagian kepala dan tubuh. Satu orang lainnya luka-luka dan kini masih dirawat di RSUD Abdul Manan Simatupang, Kisaran,” kata Revi dalam keterangan resminya, Sabtu (06/09/2025.
Tiga pekerja yang tewas diketahui bernama Rijal Siagian (42), Sarpin (52), dan Sahroni Siahaan alias Konit (40). Sementara satu korban selamat bernama Edianto (40) masih menjalani perawatan intensif. Jenazah para korban telah dipulangkan dan disemayamkan di rumah duka masing-masing.
Menurut keterangan polisi, aktivitas penambangan di lokasi tersebut memang dilakukan secara tradisional tanpa dukungan peralatan modern maupun perlindungan standar. Kondisi tebing yang rawan runtuh semakin meningkatkan risiko bagi para pekerja.
Peristiwa ini menambah daftar panjang kecelakaan kerja di sektor pertambangan rakyat yang minim regulasi. Banyak lokasi penambangan di Sumatera Utara, termasuk Asahan, beroperasi tanpa perlindungan yang memadai bagi para penambangnya. Padahal, risiko longsor, runtuhan tebing, hingga kecelakaan akibat peralatan manual sangat tinggi.
Kapolres Asahan menegaskan pihaknya akan menelusuri aspek keselamatan di lokasi tersebut. “Kepolisian akan berkoordinasi dengan instansi terkait guna memastikan standar keselamatan kerja benar-benar diterapkan di lokasi penambangan,” ujarnya.
Langkah ini diharapkan dapat mencegah terulangnya tragedi serupa yang merenggut nyawa pekerja tambang. Selain itu, evaluasi menyeluruh juga dibutuhkan untuk menilai apakah aktivitas tambang di wilayah tersebut sudah memenuhi ketentuan hukum dan keselamatan.
Tambang batu padas sering menjadi sumber mata pencaharian warga setempat. Batu ini umumnya digunakan sebagai material bangunan, sehingga permintaannya cukup tinggi. Namun, metode penambangan yang masih tradisional menjadikan pekerjaan ini berisiko besar.
Minimnya alat pelindung diri, kondisi alam yang tidak stabil, serta sistem kerja yang tidak terorganisir membuat para pekerja berada di posisi rentan setiap hari. Tragedi longsor Asahan memperlihatkan bahwa keuntungan ekonomi dari tambang rakyat harus dibayar mahal dengan keselamatan pekerjanya.
Pengamat ketenagakerjaan menilai kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk memperketat pengawasan di sektor pertambangan. Tanpa regulasi dan kontrol ketat, pekerja tambang rakyat akan terus menghadapi bahaya.
Selain itu, perlunya pelatihan keselamatan kerja bagi masyarakat yang bergantung pada tambang rakyat sangat mendesak. Upaya ini bisa menjadi langkah awal untuk menekan risiko kecelakaan di kemudian hari.
Tragedi di Asahan bukan hanya soal longsor, tetapi juga tentang lemahnya sistem perlindungan bagi pekerja di sektor informal yang kerap diabaikan. Kasus ini diharapkan menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih serius menempatkan keselamatan pekerja sebagai prioritas utama. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan