PALANGKA RAYA – Car Free Day (CFD) di Jalan Yos Sudarso, Palangka Raya, setiap akhir pekan selalu dipenuhi aktivitas warga. Di antara beragam hiburan, kuliner, dan kegiatan olahraga, ada satu sudut sederhana yang kerap mencuri perhatian pengunjung.
Seorang pria berpenampilan bersahaja, mengenakan topi coboy dan duduk bersila di atas terpal abu-abu, tampak tekun menggoreskan spidol hitam di atas papan triplek. Ia adalah Ngatimin (58), pensiunan guru dari Sampit, yang kini menghidupkan kembali hobi lamanya: seni menggambar.
Meski lapaknya terbilang sederhana, kehadirannya memberi warna berbeda bagi suasana CFD. Ngatimin membuka layanan gambar manual yang kemudian bisa diwarnai anak-anak. Hasil karyanya berupa pola ikan, bunga, rumah, hingga tokoh kartun, semuanya digambar langsung dengan tangan tanpa cetakan. “Kami tidak pernah menaikkan atau menurunkan harga, tetap standar. Yang penting anak-anak senang,” katanya.
Harga satu lembar gambar hanya Rp25 ribu, sudah termasuk media pewarna. Namun, bagi Ngatimin, lapak tersebut bukan sekadar tempat mencari nafkah. Ia menyelipkan pesan sosial di balik karyanya.
Ngatimin mengaku prihatin dengan fenomena anak-anak yang semakin akrab dengan gawai. Melalui lapak gambarnya, ia ingin menghadirkan alternatif hiburan kreatif. “Kalau bisa menghentikan anak-anak main HP selama 30 menit untuk mewarnai, itu sudah keberhasilan,” ucapnya, Minggu (07/09/2025).
Perjalanan hidup Ngatimin cukup panjang. Ia pernah menempuh pendidikan seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada akhir 1970-an, sebelum akhirnya mengabdi sebagai guru hingga masa pensiunnya tiba. Seni menjadi bagian penting dalam hidupnya sejak 1977, dan kini, di usia senja, ia memilih kembali menekuni dunia yang pernah membesarkan jiwanya.
Baginya, seni bukan sekadar keterampilan, tetapi juga jalan untuk mendidik. “Yang penting sopan santun, tingkah laku, dan perkataan. Itu lebih utama dari sekadar pintar. Saya ingin anak-anak terbiasa kreatif, bukan hanya pasif di depan layar,” tambahnya.
Antusiasme warga terhadap lapak Ngatimin cukup besar. Tak jarang pengunjung CFD berhenti sejenak untuk menyaksikan tangannya yang lincah membentuk pola baru di atas kertas. Anak-anak tampak gembira memilih gambar favorit mereka, sementara orang tua merasa senang melihat buah hatinya fokus mewarnai alih-alih sibuk dengan telepon genggam.
Suasana ini menunjukkan bahwa karya seni sederhana masih relevan di tengah era digital. Apa yang dilakukan Ngatimin memberi pesan bahwa kreativitas bisa menjadi benteng untuk menyeimbangkan gaya hidup modern. “Hobi bisa menghasilkan uang. Kalau kita fokus pada kualitas, uang akan mengikuti,” ungkapnya.
Lebih jauh, ia menilai seni juga dapat menjadi media pendidikan karakter. Melalui aktivitas menggambar dan mewarnai, anak-anak dilatih untuk lebih sabar, tekun, dan berimajinasi. Nilai-nilai tersebut menurutnya sangat penting di era yang serba instan.
Di penghujung perbincangan, Ngatimin menyampaikan pesan hidup yang sederhana namun penuh makna. “Gambar itu mudah, yang susah itu hidup. Tapi kalau kita bisa mengatur hidup dengan baik, semuanya jadi lebih ringan. Hidup itu perlu disyukuri, bukan disesali. Jangan gengsi untuk berkarya, karena dari karya sederhana pun bisa lahir kebahagiaan,” pungkasnya.
Dari sudut CFD Palangka Raya, lapak kecil milik Ngatimin tidak hanya menyajikan gambar untuk diwarnai, melainkan juga menghadirkan pelajaran tentang kesederhanaan, ketekunan, dan rasa syukur. Sosoknya menjadi bukti bahwa pensiun bukan akhir dari sebuah perjalanan, melainkan awal dari kesempatan baru untuk terus berkarya. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan