SRI LANKA – Pemerintahan baru Sri Lanka kembali menegaskan sikapnya menolak keterlibatan asing dalam penanganan isu dugaan kejahatan perang yang terjadi pada masa konflik etnis. Pernyataan ini disampaikan langsung Menteri Luar Negeri Vijitha Herath dalam sesi Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Senin (08/09/2025).
Herath menolak seruan PBB terkait “Proyek Akuntabilitas Sri Lanka,” sebuah inisiatif yang mengumpulkan bukti-bukti untuk kemungkinan penuntutan di masa depan. Menurutnya, mekanisme eksternal semacam itu justru dapat menghambat rekonsiliasi nasional. “Pemerintah menentang mekanisme eksternal apa pun yang dipaksakan kepada kami, seperti Proyek Akuntabilitas Sri Lanka, yang bertujuan menciptakan perpecahan dan mempersulit proses rekonsiliasi nasional yang sedang berlangsung di Sri Lanka,” ujarnya, dikutip AFP.
Pemerintahan sayap kiri Presiden Anura Kumara Dissanayake yang baru berusia setahun ini menekankan komitmennya pada rekonsiliasi etnis dan penguatan independensi peradilan. Kolombo menyebut pihaknya telah melakukan langkah konkret untuk memperbaiki hubungan antar-komunitas, meski tetap menolak tuntutan penyelidikan internasional.
Sejak lama, isu dugaan pelanggaran HAM mewarnai sejarah konflik bersenjata di Sri Lanka. Laporan berbagai lembaga menyebut pasukan keamanan menewaskan sekitar 40 ribu warga sipil Tamil dalam fase akhir perang yang berakhir Mei 2009. Secara keseluruhan, konflik selama 37 tahun itu merenggut lebih dari 100 ribu nyawa dari semua pihak. Namun, hingga kini pemerintah Sri Lanka konsisten menolak keterlibatan penyelidikan independen, baik terhadap pasukan keamanan maupun kelompok pemberontak Macan Tamil.
Sikap keras Sri Lanka itu berseberangan dengan pandangan Dewan HAM PBB. Kepala Dewan HAM PBB Volker Turk bahkan mendorong adanya sanksi terhadap individu yang diduga kuat terlibat dalam kejahatan perang. Ia juga mengimbau negara anggota mendukung Proyek Akuntabilitas. “Saya juga meminta mereka (negara-negara anggota lainnya) untuk bekerja sama dalam menyelidiki dan mengadili para terduga pelaku kejahatan internasional yang dilakukan di Sri Lanka, berdasarkan prinsip-prinsip yurisdiksi universal,” kata Turk.
Meskipun tekanan internasional semakin besar, pemerintah di Kolombo tetap pada posisinya. Herath mendesak agar Dewan HAM PBB mengakui kemajuan yang telah dicapai dan tidak mengabaikan komitmen pemerintahan baru dalam melindungi hak-hak seluruh komunitas.
Hingga kini, Sri Lanka juga belum mengajukan mekanisme domestik yang dinilai kredibel untuk menangani tuduhan kejahatan perang. Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana komitmen negara tersebut dalam menegakkan prinsip keadilan sekaligus menjaga kestabilan politik di dalam negeri. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan