BULUNGAN – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) masih menghadapi tantangan besar dalam upaya menghapus penyakit Tuberkulosis (TBC). Hingga Agustus 2025, angka penemuan kasus baru TBC baru mencapai 39,5 persen dari target yang ditetapkan pemerintah. Kondisi ini menunjukkan masih banyak penderita yang belum teridentifikasi dan berisiko tidak memperoleh pengobatan tepat waktu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltara, Usman, menegaskan persoalan eliminasi TBC tidak bisa dibebankan hanya kepada tenaga medis atau pemerintah. Menurutnya, seluruh elemen masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam gerakan bersama melawan TBC. “Eliminasi TBC tidak bisa hanya mengandalkan tenaga medis. Butuh partisipasi seluruh lapisan masyarakat,” kata Usman, Senin (08/09/2025).
TBC sendiri masih menjadi salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia. Pemerintah pusat menetapkan target ambisius untuk menghapus penyakit ini pada 2030. Kaltara telah menyiapkan peta jalan eliminasi sejak 2022, dengan target tahunan yang seharusnya dicapai secara bertahap hingga 2025, sebelum berlanjut ke fase akhir eliminasi lima tahun berikutnya.
Namun, perjalanan menuju target tersebut tidak mudah. Usman mengakui masih banyak hambatan yang harus dihadapi. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan tenaga kesehatan, terutama di wilayah pedalaman yang sulit dijangkau. Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri menjadi penghalang signifikan. Tak jarang pasien menunda datang ke fasilitas kesehatan hingga penyakitnya semakin parah.
Akses transportasi juga menjadi masalah krusial. Banyak desa di perbatasan dan daerah terpencil yang sulit dijangkau, sehingga penanganan dan pemantauan kasus TBC membutuhkan upaya lebih besar. “Masih sangat banyak kendala di lapangan yang menghambat pencapaian target tersebut. Tapi kita akan tetap berusaha,” tegas Usman.
Keterlibatan masyarakat menjadi kunci penting. Peran keluarga, tokoh masyarakat, hingga kader kesehatan di tingkat desa sangat dibutuhkan untuk mendorong deteksi dini. Tanpa kesadaran kolektif, eliminasi TBC di Kaltara akan sulit tercapai meski pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi.
Upaya lain yang terus digenjot adalah memperluas edukasi dan sosialisasi terkait bahaya TBC. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan stigma negatif terhadap penyakit ini bisa dikurangi. Pasien TBC yang mendapat dukungan lingkungan diharapkan lebih disiplin menjalani pengobatan, sehingga rantai penularan dapat diputus.
Pemerintah daerah juga didorong untuk berkolaborasi dengan pemerintah pusat, lembaga swadaya masyarakat, hingga organisasi internasional guna memperkuat program pencegahan dan pengobatan. Jika semua pihak bergerak bersama, eliminasi TBC di 2030 masih menjadi target yang realistis, meskipun saat ini pencapaiannya masih jauh dari harapan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan