Pertamina Dorong Digitalisasi Distribusi Gas Subsidi

PONTIANAK – Keresahan masyarakat Kalimantan Barat terus meningkat akibat melambungnya harga gas elpiji subsidi 3 kilogram. Di beberapa daerah, harga jual di tingkat eceran jauh melebihi ketentuan pemerintah. Kondisi ini membuat warga harus rela mengantre panjang atau mengeluarkan biaya lebih besar demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Di Kabupaten Kubu Raya, harga gas melon di tingkat pengecer mencapai Rp28 ribu hingga Rp30 ribu per tabung. Situasi lebih memprihatinkan terjadi di Kabupaten Sintang, di mana harga tertinggi tembus Rp40 ribu.

Wiwik, seorang ibu rumah tangga asal Sintang, mengaku kesulitan memperoleh elpiji subsidi. Jika pun tersedia, harganya sangat tinggi. “Lagi susah di sini. Kemarin saya dapat di toko kelontong, harga 35 ribu rupiah per tabung. Ada yang sampai 40 ribu rupiah,” ujarnya kepada detikKalimantan, Kamis (11/09/2025).

Ia mengatakan situasi ini sudah berlangsung selama sepekan terakhir. Wiwik berharap pemerintah segera turun tangan agar kebutuhan dasar masyarakat tidak semakin terbebani. “Karena kami butuh gas subsidi ini untuk kebutuhan sehari-hari,” tambahnya.

Desta, warga Pontianak Timur, juga mengalami kesulitan serupa. Menurutnya, antrean di pangkalan gas sangat panjang, sementara di tingkat eceran harganya melonjak tinggi. “Memang sekarang lagi susah. Kalau mau antre di pangkalan, pasti panjang. Sementara kalau mau beli eceran harga mahal sampai 28 ribu rupiah,” katanya.

Ia menilai kondisi ini butuh perhatian serius dari pihak berwenang. “Kalau sudah seperti ini, harusnya ada kuota tambahan,” harapnya.

Terkait kondisi tersebut, SBM Kalbar V Gas PT Patra Niaga Kalimantan, Muhammad Fadlan Ariska, menegaskan bahwa secara resmi tidak ada kelangkaan elpiji. Namun, ia mengakui adanya indikasi praktik penimbunan oleh oknum pengecer. “Ada indikasi beberapa oknum pengecer yang mungkin membelinya banyak sehingga warga-warga sekitar itu nggak kebagian. Lalu belinya dengan pengecer,” jelas Fadlan.

Ia menegaskan bahwa harga di pangkalan tetap mengacu pada Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp18.500 per tabung. Namun, saat sampai di pengecer, harga kerap melambung jauh.

Menurut Fadlan, pengawasan harga di tingkat pengecer bukan kewenangan Pertamina, melainkan ranah aparat penegak hukum (APH). “Kalau dari sisi pengecer memang bukan di ranah kita, lebih ke ranah APH. Karena untuk pengawasan penyaluran dari kami itu, mulai dari SPBE ke agen, kemudian ke pangkalan,” terangnya.

Untuk mencegah penyalahgunaan distribusi, PT Patra Niaga mulai mendorong penggunaan sistem digitalisasi melalui aplikasi MyPertamina. Sistem ini bertujuan agar penyaluran gas subsidi lebih tepat sasaran.

“Salah satu bentuk mitigasi yang kita lakukan yaitu melalui merchant aplikasi MyPertamina, jadi setiap penerima wajib membawa KTP dan tercatat secara digital,” tegas Fadlan.

Langkah ini diharapkan mampu menekan praktik penimbunan dan penjualan dengan harga tinggi yang merugikan masyarakat. Namun, warga tetap berharap adanya pengawasan lebih ketat di lapangan agar subsidi gas benar-benar dirasakan masyarakat kecil sesuai peruntukannya. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com