KOTAWARINGIN TIMUR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) resmi menetapkan status siaga banjir selama 48 hari ke depan, mulai Jumat (12/08/2025). Kebijakan ini diambil menyusul meningkatnya curah hujan yang menimbulkan genangan di sejumlah wilayah, terutama di enam kecamatan.
Daerah terdampak banjir meliputi Cempaga Hulu, Telaga Antang, Antang Kalang, Tualan Hulu, Parenggean, dan Mentaya Hulu. Beberapa desa di kawasan tersebut bahkan melaporkan akses jalan lumpuh total karena terendam air.
Asisten I Setda Kotim, Rihel, mengatakan langkah ini merupakan bentuk kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana yang diperkirakan masih berlanjut hingga akhir September. “Kita akan menetapkan status siaga pada hari ini karena kita mengantisipasi ke depannya karena sudah beberapa wilayah yang sudah mengalami banjir,” ujarnya.
Penetapan siaga banjir ini berlangsung bersamaan dengan status siaga kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masih berlaku hingga 29 September. Rihel memastikan dua status berbeda tersebut bisa berjalan beriringan. “Kalau masalah status itu tidak jadi masalah ya, jadi dua status itu bisa berjalan keduanya, karena memang kondisi kita,” jelasnya.
Kondisi serupa pernah dialami Kotim pada 2022, ketika pemerintah daerah harus menghadapi bencana ganda secara bersamaan.
Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Multazam, mengungkapkan enam lokasi terpantau paling terdampak. Salah satunya Desa Sei Ubar Mandiri, Kecamatan Cempaga Hulu. Meski air mulai surut, ancaman banjir kembali tetap tinggi.
“Hasil updating pada saat rapat, jadi lokasi yang terdampak ada enam ya, satunya adalah Cempaga Hulu. Itu kejadiannya lebih awal di Desa Sei Ubar Mandiri, tetapi karena dia berbasis badan jalan yang terendam, jadi gangguannya pada distribusi saja. Dan alhamdulillah sekarang sudah mulai surut, tetapi akan terjadi potensi lagi,” ujarnya.
Multazam menambahkan, ketinggian air di beberapa titik masih fluktuatif. Misalnya di Desa Bajarau, ketinggian air dalam 24 jam terakhir naik 30 sentimeter, dari 65 menjadi 95 sentimeter. Sementara itu, akses jalan sepanjang 7,3 kilometer dari Tanjung Jariangau menuju Kuala Kuayan melewati Desa Bawan sudah tidak bisa difungsikan akibat terendam air.
“Kalau kita monitoring di daerah Kuala Kuayan, di badan jalan yang sepanjang 7,3 km dari Tanjung Jariangau ke Kuala Kuayan melewati Desa Bawan, itu beberapa segmen sudah terendam, tentunya tidak fungsional sudah jalan itu. Nanti kami akan lakukan updating dengan pihak kecamatan, bagaimana mereka melakukan rekayasa jalan untuk distribusi orang,” jelasnya.
Ancaman banjir diperkirakan belum berakhir. Balai Wilayah Sungai Kalimantan II menyebut intensitas hujan tinggi masih akan berlangsung hingga akhir September. Kondisi ini berpotensi memperparah banjir, terutama ketika Sungai Mentaya dalam keadaan pasang.
“Kita berharap banjir luapan ini tidak begitu panjang, dan mudah-mudahan dalam periode beberapa hari ke depan tidak ada hujan lebat atau ekstrem. Tetapi kita tetap awas,” kata Multazam.
Meski status siaga sudah ditetapkan, BPBD Kotim mengakui masih menghadapi keterbatasan. Peralatan yang tersedia terbatas jumlahnya, sementara area penanganan cukup luas. “Peralatan kami posisi serviceable, tapi mungkin dari sisi jumlah tidak begitu mencukupi. Personil juga terbatas, karena area penanganan kita cukup jauh. Jadi kami lebih berharap kontribusi para kepala desa dan camat di bantaran sungai untuk waspada. Yang kita harapkan, jangan sampai ada korban jiwa,” tegas Multazam.
Koordinasi dengan TNI, Polri, pemerintah kecamatan, hingga perangkat desa terus diperkuat untuk mempercepat respons apabila terjadi banjir susulan.
Hingga kini BPBD mencatat 17 desa terdampak banjir. Namun Multazam menduga masih ada desa lain yang belum melaporkan secara resmi. “Masyarakat banyak hanya menganggap banjir itu lewat, jadi tidak dilaporkan. Padahal, data itu penting bagi kita untuk melakukan mapping dan perencanaan. Saya sering ingatkan, kalau mengirim foto, sertakan juga data tambahan,” ujarnya.
BPBD juga mengingatkan warga untuk mengamankan dokumen penting serta barang berharga agar tidak rusak bila banjir melanda di malam hari. Meski belum ada laporan warga mengungsi, aktivitas masyarakat di desa bantaran sungai mulai terganggu karena genangan bisa bertahan 5–8 jam sebelum surut kembali.
“Yang paling penting adalah kesiapsiagaan seluruh pihak. Kita ingin banjir ini bisa dilalui dengan aman dan terkendali,” tutup Multazam. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan