BULUNGAN – Kasus dugaan korupsi dana pendidikan kembali mencuat di Kalimantan Utara. Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bulungan berhasil mengungkap praktik penyimpangan dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di SMA Negeri 1 Peso, Kabupaten Bulungan.
Dalam perkara ini, mantan kepala sekolah berinisial HF diduga menjadi aktor utama penyalahgunaan anggaran yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp846.860.000.
Kapolresta Bulungan, Kombes Pol Rofikoh Yunianto, melalui Kasat Reskrim Polresta Bulungan, AKP Irwan, menuturkan bahwa laporan dugaan korupsi tersebut mulai masuk pada awal Januari 2025. “Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kaltara memastikan adanya penyimpangan besar dalam penggunaan dana bantuan tersebut,” ujarnya, Jumat (12/09/2025).
Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan sejumlah modus yang dipakai. Pertama, penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) tidak melibatkan tim BOS maupun para guru. Padahal, keterlibatan unsur sekolah sangat penting agar penggunaan dana sesuai kebutuhan pendidikan.
Kedua, dana BOS yang ditarik dari bank tidak diberikan kepada bendahara sekolah, melainkan dikelola langsung oleh kepala sekolah. Mekanisme resmi yang seharusnya menjadi pagar pengawasan justru diabaikan. Ketiga, penggunaan dana tidak sesuai dengan RKAS yang telah ditetapkan. Dana yang seharusnya mendukung kegiatan belajar-mengajar diduga dialihkan untuk kepentingan lain.
“Selain itu, laporan pertanggungjawaban (LPJ) dana BOS Reguler juga disebut tidak sesuai fakta. Dugaan manipulasi laporan ini memperkuat indikasi adanya praktik korupsi dalam pengelolaan dana pendidikan di sekolah tersebut,” jelas Irwan.
Kondisi semakin mengkhawatirkan karena pada tahun anggaran 2023, pihak sekolah bahkan tidak membuat LPJ sama sekali. Padahal, kewajiban administrasi ini merupakan syarat mutlak bagi sekolah penerima dana BOS maupun BOP dari pemerintah.
Hasil pemeriksaan juga menemukan banyak kuitansi dan nota yang digunakan sebagai bukti pengeluaran ternyata fiktif. Beberapa di antaranya berasal dari toko dan warung, namun tidak sesuai kenyataan di lapangan. HF diduga mengendalikan langsung proses pencairan dan penggunaannya tanpa melibatkan bendahara.
“Atas perbuatannya, hasil perhitungan audit BPKP menyebutkan kerugian negara mencapai Rp846.860.000. Jumlah tersebut timbul akibat penyalahgunaan dana BOS Reguler, BOP, maupun BOS Kinerja,” ungkap Irwan.
Dalam kasus ini, tersangka HF dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman yang menanti mulai dari pidana penjara seumur hidup, minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Kasus ini menjadi pengingat serius akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan. Dana BOS dan BOP yang semestinya menjadi penopang mutu sekolah justru rawan disalahgunakan bila tidak diawasi secara ketat. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan