Serangan Israel di Doha Tuai Kecaman, Posisi Netanyahu Kian Tersudut

TEL AVIV – Pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali memicu kontroversi dalam dinamika konflik Gaza. Melalui unggahan di platform X pada Sabtu (13/09/2025), Netanyahu menegaskan bahwa solusi untuk mengakhiri perang di Gaza bergantung pada dihapuskannya para pemimpin Hamas yang bermukim di Qatar.

“Para pemimpin teroris Hamas yang tinggal di Qatar tidak peduli dengan rakyat di Gaza. Mereka memblokir semua upaya gencatan senjata untuk memperpanjang perang tanpa henti,” kata Netanyahu, dikutip dari AFP. Ia menambahkan, “Menyingkirkan mereka akan menyingkirkan hambatan utama untuk membebaskan semua sandera kita dan mengakhiri perang.”

Pernyataan itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan setelah serangan udara Israel di Doha, Qatar, pada Selasa (09/09/2025), yang menargetkan tokoh penting Hamas. Serangan tersebut menewaskan lima anggota Hamas serta seorang pejabat keamanan Qatar. Kejadian itu berlangsung ketika pihak Hamas dan Qatar tengah berdiskusi terkait proposal gencatan senjata yang diprakarsai Amerika Serikat.

Langkah militer Israel memicu gelombang reaksi internasional. Negara-negara Arab, sejumlah anggota Uni Eropa, hingga Amerika Serikat sendiri menyampaikan ketidaknyamanan terhadap operasi tersebut. Mantan Presiden AS Donald Trump bahkan menilai tindakan Israel itu tidak menguntungkan siapa pun. “Serangan itu merupakan tindakan sepihak yang tidak menguntungkan kepentingan AS maupun Israel,” ujarnya.

Meski demikian, dukungan politik Amerika terhadap Israel dinyatakan tidak akan berubah. Senator Marco Rubio menyebutkan bahwa aliansi kedua negara tetap kokoh. “Ini tidak akan mengubah sifat hubungan kita dengan Israel, tetapi kita harus membicarakannya terutama, apa dampaknya,” katanya.

Namun, suara yang paling tajam justru datang dari dalam negeri Israel. Forum Sandera dan Keluarga Hilang, kelompok yang selama ini aktif mendorong pembebasan tawanan di Gaza, menuding Netanyahu sebagai penghambat utama. “Operasi tertarget di Qatar membuktikan tanpa keraguan bahwa ada satu hambatan untuk memulangkan para sandera dan mengakhiri perang: Perdana Menteri Netanyahu. Setiap kali kesepakatan mendekat, Netanyahu menyabotasenya,” tegas organisasi tersebut dalam pernyataan yang dikutip Al Jazeera.

Sementara itu, di tingkat global, Majelis Umum PBB pada Jumat (12/09/2025) mengesahkan resolusi yang menyerukan solusi dua negara. Sebanyak 142 dari 193 anggota mendukung, 10 menolak, dan 12 lainnya abstain. Resolusi yang diusung oleh Prancis dan Arab Saudi ini menekankan pengakuan atas Palestina sebagai negara merdeka, meskipun sifatnya tidak mengikat. Netanyahu menolak resolusi tersebut, menegaskan kembali sikap kerasnya terhadap pembentukan negara Palestina.

Krisis Gaza telah berlangsung sejak Oktober 2023 dengan catatan korban yang semakin besar. Data terbaru menyebutkan lebih dari 64.000 warga Palestina tewas akibat serangan militer Israel. Qatar, yang selama ini memainkan peran sebagai mediator utama dalam upaya diplomasi, semakin dipandang sebagai aktor penting di balik layar, meski keberadaannya kini ikut terseret dalam konflik setelah serangan Israel di Doha.

Dengan beragam kritik yang muncul, posisi Netanyahu kian dipertanyakan, baik dari komunitas internasional maupun kelompok domestik di Israel. Di satu sisi, ia menegaskan bahwa menyingkirkan pemimpin Hamas adalah jalan keluar. Namun di sisi lain, banyak pihak melihat justru dirinya yang memperpanjang perang. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com