JAKARTA – Industri penerbangan di Indonesia hingga kini masih menghadapi tantangan besar pascapandemi Covid-19. Salah satu persoalan yang menjadi sorotan adalah berkurangnya jumlah armada pesawat yang beroperasi, baik untuk rute domestik maupun internasional. Kondisi ini membuat tingkat pemulihan pergerakan pesawat tertinggal dibandingkan jumlah penumpang yang sudah mulai meningkat.
Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Agustinus Budi Hartono, menyebutkan bahwa jumlah pesawat di dalam negeri saat ini merosot drastis jika dibandingkan dengan situasi sebelum pandemi. “Memang kalau untuk pergerakan pesawat udara saat ini harus kita akui bahwa jumlah pesawat udara secara khusus di dalam negeri memang sangat berkurang cukup banyak. Hampir separuhnya dibandingkan tahun 2019,” ujarnya dalam acara Press Background di Kantor Kemenhub, Jakarta Pusat, Senin (15/09/2025).
Menurut Agustinus, proyeksi pemulihan penumpang pada 2025 diperkirakan hanya mencapai 93 persen dari kondisi 2019. Namun, pergerakan pesawat masih lebih lambat. Ia menjelaskan bahwa pemulihan penerbangan, baik domestik maupun internasional, baru akan berada di kisaran 75 persen. “Artinya jumlah penumpang memang sudah mulai mendekati normal, tapi jumlah pesawat yang tersedia belum bisa mengejar,” katanya.
Salah satu kendala utama yang menyebabkan situasi ini adalah masalah rantai pasok suku cadang pesawat. Banyak maskapai menghadapi kesulitan untuk memperoleh komponen penting yang diperlukan guna memastikan armada siap terbang. “Ya memang mungkin kita ketahui semuanya bahwa supply chain daripada spare parts itu memang saat ini menjadi salah satu kendala utama oleh operator penerbangan kita,” jelas Agustinus.
Kondisi pascapandemi membuat pemasok global belum sepenuhnya pulih. Produsen suku cadang internasional masih terbatas kapasitas produksinya, sementara permintaan dari berbagai negara meningkat. Hal ini berdampak pada operator di Indonesia yang kesulitan memperoleh suku cadang tepat waktu. “Sehingga saat ini memang harus diakui banyak sekali pesawat-pesawat saat ini yang memang masih AOG atau Aircraft on the Ground,” kata Agustinus.
Fenomena AOG ini menjadi pukulan bagi maskapai yang berusaha meningkatkan kapasitas penerbangan untuk memenuhi lonjakan kebutuhan penumpang. Kekurangan armada membuat harga tiket pesawat rentan melonjak, apalagi di musim liburan atau periode arus mudik.
Pengamat penerbangan menilai pemerintah dan pelaku industri perlu bekerja sama memperkuat ketahanan rantai pasok, termasuk dengan menjajaki kerja sama dengan lebih banyak penyedia suku cadang. Selain itu, dorongan terhadap perawatan pesawat di dalam negeri juga penting dilakukan agar tidak sepenuhnya bergantung pada pasokan luar negeri.
Kemenhub menegaskan pihaknya akan terus memantau kondisi maskapai sekaligus berkoordinasi dengan pihak terkait agar pemulihan berjalan seimbang antara jumlah penumpang dan ketersediaan pesawat. “Kami tetap mendorong operator untuk mengoptimalkan armadanya dan memastikan pelayanan publik tetap berjalan,” tutur Agustinus.
Hingga kini, meski penurunan jumlah armada menjadi tantangan serius, optimisme tetap dijaga. Pemerintah menilai tren perjalanan masyarakat yang semakin pulih akan mendorong maskapai untuk kembali meningkatkan jumlah pesawat. Namun, ketersediaan suku cadang dan kesiapan finansial maskapai menjadi dua faktor kunci yang menentukan percepatan pemulihan.
Kasus ini menunjukkan bahwa pandemi tidak hanya meninggalkan jejak pada sektor kesehatan dan ekonomi, tetapi juga menimbulkan masalah struktural dalam industri penerbangan. Jalan menuju pemulihan penuh masih panjang, dan langkah strategis dibutuhkan agar transportasi udara di Indonesia dapat kembali ke masa keemasan seperti sebelum 2020. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan