TANAH LAUT – Kasus dugaan mafia tanah di Kecamatan Batibati, Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kalimantan Selatan, menguak praktik ilegal yang telah merugikan perusahaan hingga puluhan miliar rupiah. Pengungkapan kasus ini sekaligus memantik perhatian publik terhadap lemahnya kewaspadaan dalam transaksi jual beli tanah.
Kepala Desa Sambangan, Muhammad Noor, turut memberikan apresiasi atas kerja keras kepolisian yang berhasil membongkar jaringan tersebut. “Alhamdulillah dengan terbongkarnya kasus tersebut, ulun selaku kades Sambangan mengucapkan banyak terima kasih kepada Polres Tala dan Kapolsek Batibati yang ikut serta berperan dalam terbongkarnya kasus itu,” ucapnya, Selasa (16/09/2025).
Ia menegaskan bahwa peristiwa ini seharusnya menjadi pembelajaran berharga bagi warganya. Menurutnya, masyarakat harus lebih teliti agar tidak terjebak dalam praktik jual beli tanah yang tidak jelas. “Kejadian itu menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih cermat dan berhati-hati dalam urusan jual beli tanah, khususnya warga di kampung kami,” tambahnya.
Kasus mafia tanah tersebut melibatkan tiga orang tersangka yang kini mendekam di rumah tahanan Polres Tala. Mereka adalah BL, seorang perempuan asal Sidoarjo, Jawa Timur; BD, warga Banjarbaru; serta SMD, warga Kecamatan Batibati.
Modus operandi para tersangka merugikan PT WLR, perusahaan yang berkedudukan di Surabaya, Jawa Timur. Dari hasil penyelidikan, kerugian perusahaan ditaksir mencapai Rp 23 miliar akibat tidak bisa menguasai 205 Surat Keterangan Tanah (SKT). Dari jumlah itu, 211 SKT tercatat tumpang tindih (overlap), sementara 94 lainnya ternyata fiktif.
Padahal, perusahaan tersebut telah menyalurkan uang muka pembelian lahan melalui BL sejak 2016 hingga 2020 dengan nilai total Rp 52,2 miliar. Dana tersebut dicairkan sebanyak lima kali dan rencananya untuk membeli lahan seluas kurang lebih 600 hektare, mencakup Desa Pandahan, Lianganggang, dan Sambangan.
Di Desa Sambangan sendiri, terdapat 116 SKT dengan luasan sekitar 100 hektare. Namun, sebagian besar dokumen yang dijanjikan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi inilah yang menimbulkan kerugian besar bagi pihak perusahaan.
Polres Tala menegaskan kasus ini bukan hanya soal kerugian finansial, melainkan juga peringatan agar masyarakat lebih waspada. Praktik mafia tanah kerap memanfaatkan celah administratif dan lemahnya verifikasi dokumen untuk menjalankan aksinya.
Pengungkapan kasus ini menambah daftar panjang persoalan agraria di daerah, sekaligus menunjukkan keseriusan aparat dalam menindak praktik mafia tanah yang merugikan banyak pihak. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan