Pemkab Pastikan Kebijakan Absensi Tidak Diskriminatif

KUTAI TIMUR – Isu mengenai dugaan adanya perlakuan khusus dalam sistem absensi bagi Sekretaris Daerah (Sekda) dan dokter spesialis di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur belakangan menuai perhatian publik. Ramainya perbincangan di media sosial mendorong Pemkab Kutim melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) memberikan penjelasan resmi.

Kepala BKPSDM Kutim, Misliansyah, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukanlah bentuk keistimewaan, melainkan disesuaikan dengan pola kerja yang berbeda dari aparatur sipil negara (ASN) pada umumnya. Menurutnya, baik Sekda maupun dokter spesialis memiliki beban kerja jauh lebih kompleks dan sering kali melampaui jam kerja reguler. “Beban kerja Sekda melampaui jam kerja reguler, Sekda tak hanya hadir di kantor melainkan juga turun ke lapangan hingga larut malam,” ujarnya, Selasa (16/09/2025).

Selain itu, Sekda juga ditugaskan untuk mendampingi Bupati, menindaklanjuti perintah mendesak, hingga melaksanakan peran sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Tugas tersebut menuntut kehadiran di berbagai agenda strategis yang tidak dapat dibatasi hanya pada jam kerja formal.

Misliansyah merinci, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Sekda memiliki tanggung jawab antara lain membantu kepala daerah menyusun kebijakan, mengoordinasikan dinas dan lembaga teknis, menyelenggarakan pelayanan administratif, serta mengelola tata laksana pemerintahan. Tugas lainnya adalah mengatur urusan keprotokolan, merumuskan kebijakan pemerintahan umum, mengevaluasi pelaksanaan program, hingga membina serta memotivasi pegawai.

Dengan rentang kerja yang luas tersebut, kata Misliansyah, penerapan absensi reguler seperti ASN lain dipandang kurang relevan. “Jadi pada prinsipnya pengecualian (absensi) untuk efektivitas kerja bukan untuk pengecualian,” tegasnya.

Hal serupa juga berlaku bagi dokter spesialis di RSUD Kudungga Sangatta. Direktur RSUD, Yusuf, menuturkan bahwa profesi dokter spesialis memiliki karakteristik kerja yang menuntut kesiapan penuh setiap saat. Tidak seperti ASN pada umumnya yang bekerja dari pukul 08.00 Wita hingga 16.30 Wita, dokter spesialis sering kali dipanggil di luar jam kantor.

“Mereka bisa dipanggil kapan saja, untuk melakukan operasi darurat di malam hari, visitasi pasien rawat inap pada hari libur, atau merespons panggilan mendesak dari IGD,” jelas Yusuf.

Menurutnya, fleksibilitas jam kerja tersebut menjadi syarat mutlak dalam pelayanan kesehatan. Sebab, kondisi pasien tidak mengenal waktu dan sering kali membutuhkan tindakan cepat demi keselamatan jiwa.

Klarifikasi yang disampaikan Pemkab Kutim ini diharapkan dapat meluruskan anggapan yang berkembang di masyarakat. Penyesuaian absensi bagi Sekda maupun dokter spesialis bukanlah fasilitas istimewa, melainkan konsekuensi logis dari tanggung jawab jabatan dan pelayanan publik yang menuntut kesiapan lebih.

Dengan demikian, pemerintah daerah menekankan bahwa prinsip keadilan tetap dijaga. Kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk memberi hak istimewa, melainkan memastikan efektivitas dan kelancaran kinerja aparatur yang perannya sangat vital dalam pemerintahan maupun pelayanan kesehatan masyarakat. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com