YERUSALEM – Ratusan warga Israel turun ke jalan pada Rabu (17/09/2025) malam untuk menggelar aksi demonstrasi di luar kediaman Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Massa yang sebagian terdiri dari keluarga warga Israel yang ditawan Hamas ini menuntut pemerintah mengambil langkah lebih berhati-hati dalam konflik dengan Gaza.
Seperti dilaporkan Al Jazeera, para demonstran memprotes kebijakan Netanyahu yang dianggap berpotensi memperburuk situasi di Gaza. Mereka khawatir, penolakan Israel terhadap gencatan senjata akan memicu gelombang serangan baru yang membahayakan nyawa orang-orang yang mereka cintai.
Aksi protes di lokasi yang sama telah berlangsung beberapa malam terakhir, sebagai bentuk tekanan publik agar pemerintah mempertimbangkan keselamatan warga sipil yang terjebak dalam konflik. Demonstrasi ini menunjukkan keprihatinan warga Israel terhadap eskalasi militer yang terjadi di wilayah Gaza, di tengah meningkatnya intensitas serangan Israel.
Selain unjuk rasa, Israel membuka jalur darat terbatas untuk evakuasi warga Palestina setelah serangan besar-besaran yang dilakukan sebagai bagian dari invasi ke Kota Gaza. Menurut Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Avichay Adraee, rute ini hanya dibuka selama 48 jam dan bersifat sementara.
Dalam operasi militer darat tersebut, militer Israel mengerahkan tank-tank serta kendaraan lapis baja kendali jarak jauh yang dipasangi bahan peledak. Pasukan Pertahanan Israel memperkirakan invasi ke Kota Gaza akan berlangsung lama, diperkirakan beberapa bulan, untuk mencapai tujuan strategis mereka.
Korban jiwa di Gaza akibat agresi Israel terus meningkat, menembus lebih dari 65 ribu orang. Berdasarkan data terbaru, sedikitnya 65.062 warga Palestina tewas, sementara 165.697 lainnya mengalami luka-luka akibat serangan yang berlangsung hampir dua tahun terakhir. Angka ini menyoroti dampak kemanusiaan dari konflik berkepanjangan, yang telah menimbulkan krisis sosial dan kemanusiaan skala besar di wilayah tersebut.
Para demonstran menekankan bahwa kebijakan militer yang agresif tidak hanya menimbulkan korban di Gaza, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakstabilan di Israel sendiri. Mereka menyerukan agar pemerintah mencari alternatif diplomasi dan memprioritaskan keselamatan rakyat, termasuk warga Israel yang menjadi sandera Hamas.
Kehadiran massa yang menuntut pertanggungjawaban pemerintah ini menunjukkan adanya kesadaran publik yang meningkat terhadap risiko eskalasi militer yang tanpa batas. Unjuk rasa tersebut menjadi salah satu bentuk tekanan politik domestik terhadap Netanyahu, yang tengah menghadapi kritik atas strategi militer yang dianggap terlalu keras dan minim pertimbangan kemanusiaan.
Sementara itu, masyarakat internasional terus memantau perkembangan situasi di Gaza dan Yerusalem, dengan seruan-seruan agar gencatan senjata segera diterapkan. Krisis yang berkepanjangan ini menegaskan perlunya upaya diplomasi yang lebih inklusif untuk mencegah meningkatnya korban sipil di kedua sisi. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan