BANGKOK – Situasi di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali memanas setelah aparat Thailand menggunakan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan warga Kamboja yang berunjuk rasa di kawasan perbatasan, Rabu (17/09/2025) di wilayah Sa Kaeo, tempat sekitar 200 warga Kamboja berkumpul. Mereka menentang pembangunan kawat berduri yang dilakukan tentara Thailand di area perbatasan yang masih disengketakan kedua negara.
“Kami perlu menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk mengendalikan situasi, dan membuat massa mundur dari daerah tersebut,” kata pejabat kepolisian Thailand. Ia menambahkan bahwa sebagian warga Kamboja melemparkan batu serta benda lain ke arah aparat.
Militer Thailand dalam pernyataannya menuduh bahwa massa telah melintasi wilayah kedaulatan Thailand. “Warga Kamboja melanggar wilayah Thailand dan otoritas Kamboja tidak menghentikan mereka. Itu adalah provokasi yang merupakan pelanggaran gencatan senjata,” bunyi pernyataan resmi.
Insiden ini tercatat sebagai penggunaan pertama peluru karet dan gas air mata sejak gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja disepakati pada Juli 2025. Padahal, kesepakatan itu dibuat setelah bentrokan lima hari yang menewaskan setidaknya 43 orang dari kedua belah pihak.
Di sisi lain, Phnom Penh mengecam keras tindakan Thailand. Menteri Penerangan Kamboja, Neth Pheaktra, menyebut sedikitnya 23 warganya terluka, termasuk seorang prajurit dan seorang biksu Buddha. “Ini adalah pelanggaran gencatan senjata oleh pihak Thailand,” katanya dalam pernyataan resmi.
Ia menambahkan bahwa kebuntuan terjadi di wilayah Kamboja, tepatnya di Provinsi Banteay Meanchey. Pernyataan ini berbanding terbalik dengan klaim otoritas Thailand yang menegaskan massa telah melanggar batas negara.
Ketegangan di perbatasan sepanjang 800 kilometer antara kedua negara memang telah berlangsung lama, dipicu perebutan wilayah kuil kuno yang bernilai sejarah dan strategis. Sejak Juli, kedua pihak saling menuduh melanggar kesepakatan damai, meski sebelumnya sempat berkomitmen menahan diri.
Gambar yang dirilis militer Thailand memperlihatkan barisan polisi anti huru-hara lengkap dengan perisai, sementara video yang beredar di media sosial menunjukkan warga desa Kamboja membawa tongkat kayu berhadapan dengan pasukan Thailand. Salah satu rekaman bahkan menampilkan seorang biksu Buddha dan warga setempat yang mencoba melepas kawat berduri sebelum akhirnya dibubarkan dengan tembakan gas air mata.
AFP menyebut belum dapat memverifikasi keaslian rekaman tersebut. Namun, dokumentasi itu menambah sorotan publik atas rapuhnya perdamaian yang dicapai dua bulan lalu.
Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja pada Juli 2025 merupakan bentrokan paling mematikan dalam beberapa dekade terakhir. Lebih dari 300 ribu warga di perbatasan terpaksa mengungsi untuk menghindari pertempuran. Kini, ketegangan kembali muncul dan dikhawatirkan dapat memicu eskalasi baru jika kedua belah pihak gagal menahan diri.
Perkembangan ini menegaskan betapa rapuhnya kesepakatan damai di kawasan Asia Tenggara, sekaligus memperlihatkan tantangan besar dalam menjaga stabilitas keamanan regional. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan