BERAU – Pembangunan kembali jembatan di Kampung Mapulu, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, hingga kini belum rampung. Jembatan tersebut sebelumnya hanyut akibat banjir besar pada Mei 2025 lalu, dan sejak itu mobilitas warga terganggu karena akses vital menuju Panaan terputus.
Kendala utama keterlambatan penyelesaian proyek ini bukan terletak pada teknis pemasangan, melainkan pada perubahan spesifikasi panjang bentang jembatan. Pemerintah Kabupaten Berau melalui Dinas PUPR harus menyesuaikan desain jembatan setelah melakukan evaluasi di lapangan.
Kepala Bidang Preservasi Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Berau, Junaidi, menjelaskan bahwa rencana awal pembangunan jembatan pengganti hanya sepanjang 30 meter. Namun, setelah meninjau kondisi lokasi bersama warga, diketahui bahwa panjang tersebut masih rawan terendam apabila banjir kembali melanda.
“Setelah kami komunikasi dengan warga Mapulu, ternyata bentangan awal masih berisiko terendam saat banjir. Jadi kami harus ubah desainnya dan lakukan penghitungan ulang,” ujar Junaidi kepada TribunKaltim.co pada Kamis, (18/09/2025).
Atas dasar itulah, bentang jembatan diperpanjang menjadi 46 meter. Perubahan ini tentu berdampak pada perhitungan anggaran dan ketersediaan material. Semula, jembatan direncanakan menggunakan rangkaian bailey standar dengan pemasangan yang bisa selesai sekitar satu bulan. Namun, penyesuaian desain membuat seluruh bahan harus dipesan ulang, kali ini dari pabrik berbeda dengan ukuran baru.
“Semua bahan baru sudah tersedia di kantor Pekerjaan Umum. Tinggal menunggu pendistribusian ke Mapulu, tapi itu masih tergantung pada ketersediaan anggaran perubahan,” tambah Junaidi.
Kondisi ini membuat warga Mapulu harus lebih bersabar. Selama beberapa bulan terakhir, masyarakat setempat terpaksa menggunakan jalur alternatif yang lebih jauh dan memakan waktu lama untuk mencapai pusat kegiatan ekonomi maupun layanan publik. Ketergantungan warga terhadap jembatan ini sangat tinggi, terutama untuk distribusi kebutuhan pokok dan hasil pertanian.
Sejumlah warga berharap pemerintah dapat mempercepat proses realisasi pembangunan. Menurut mereka, keterlambatan jembatan bukan hanya soal infrastruktur, melainkan juga menyangkut kelancaran aktivitas ekonomi. Tanpa jembatan tersebut, biaya transportasi naik karena ongkos angkut barang menjadi lebih mahal.
Selain kendala teknis, persoalan anggaran juga menjadi sorotan. Pemerintah daerah diharapkan segera menyetujui alokasi dana tambahan agar pendistribusian material ke lokasi bisa segera dilakukan. Jika tidak, pembangunan dikhawatirkan semakin molor dan berdampak langsung pada aktivitas masyarakat.
Keterlambatan penyelesaian jembatan Mapulu menjadi gambaran tantangan pembangunan infrastruktur di daerah terpencil. Perubahan desain memang diperlukan untuk memastikan keamanan dan ketahanan jembatan, namun di sisi lain hal ini berimplikasi pada waktu dan biaya tambahan.
Meski begitu, langkah Dinas PUPR memperpanjang bentang jembatan dianggap tepat. Sebab, pembangunan infrastruktur yang tidak memperhitungkan risiko bencana hanya akan memicu masalah serupa di kemudian hari. Perencanaan berbasis mitigasi bencana, seperti memperhitungkan risiko banjir, diharapkan menjadi pola baru dalam pembangunan fasilitas publik di Berau.
Junaidi menegaskan, pihaknya berkomitmen agar proses pembangunan jembatan ini bisa segera dituntaskan. Namun, ia juga meminta masyarakat untuk memahami bahwa penyesuaian desain adalah langkah penting demi keselamatan dan keberlanjutan fungsi jembatan.
Dengan tersedianya material baru di kantor PUPR, masyarakat kini menunggu realisasi distribusi ke lokasi pembangunan. Harapannya, dalam waktu dekat, jembatan yang menghubungkan Mapulu dan Panaan dapat segera berdiri kembali, mengembalikan denyut ekonomi dan mobilitas warga setelah berbulan-bulan terhambat. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan