DPRD Kaltim Minta Polemik Sidrap Diakhiri

BONTANG – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materiil Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 terkait status Kampung Sidrap tidak menyurutkan tekad Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang. Meski jalur konstitusi tidak membuahkan hasil, Pemkot Bontang menyatakan akan terus berjuang agar kampung tersebut bisa masuk ke wilayah administrasinya.

Sidrap yang secara hukum ditetapkan berada di Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), menjadi sengketa panjang antara kedua daerah sejak lama. Letak kampung yang lebih dekat dengan pusat Kota Bontang membuat sebagian besar masyarakat Sidrap merasa lebih wajar bila mereka dilayani oleh Pemkot Bontang, bukan Kutim.

Permohonan uji materiil yang diajukan Pemkot Bontang telah teregister di MK dengan nomor perkara 10/PUU-XXII/2024. Namun pada 18 September 2025, majelis hakim memutuskan menolak permohonan tersebut. Putusan MK menegaskan bahwa Kampung Sidrap tetap berada di bawah administrasi Kutim sesuai UU 47/1999.

Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, menegaskan pihaknya tidak akan berhenti memperjuangkan aspirasi warga Sidrap. “Perjuangan belum berakhir. Kami tetap akan mencari jalur lain, karena ini menyangkut hak masyarakat Sidrap untuk mendapatkan pelayanan yang layak,” ujarnya, Kamis (18/09/2025).

Menurut Agus, terdapat celah yang bisa dimanfaatkan. Ia menilai bahwa meski putusan MK bersifat final dan mengikat, majelis hakim mengakui keterbatasan lembaga tersebut dalam menetapkan titik koordinat batas wilayah. “Ada poin penting yang bisa jadi amunisi. Hakim sendiri menyebut bahwa soal titik koordinat batas wilayah bukan ranah MK, melainkan kewenangan pembentuk undang-undang. Artinya, perjuangan ini bisa dilanjutkan melalui jalur politik di DPR,” jelasnya.

Selain itu, Agus menekankan bahwa inti persoalan bukan semata status wilayah, melainkan pelayanan dasar yang dibutuhkan warga Sidrap. “Permintaan warga sudah kami ikuti, gugatan sudah ditempuh, walaupun hasilnya ditolak. Tapi tujuan utama kita bukan hanya soal wilayah, melainkan pelayanan. Pemerintah wajib hadir,” tegasnya.

Rencana Pemkot Bontang adalah segera melaporkan hasil putusan MK kepada Wali Kota sekaligus melakukan pertemuan langsung dengan masyarakat Sidrap. Langkah ini, kata Agus, untuk memastikan aspirasi warga tetap terakomodasi. “Ini bukan akhir, tapi bagian dari proses panjang. Sidrap tetap jadi agenda perjuangan kita,” tambahnya.

Namun, sikap berbeda datang dari DPRD Kalimantan Timur. Anggota DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, menilai polemik Sidrap sebaiknya diakhiri. Menurutnya, energi semua pihak lebih baik diarahkan pada pembangunan, bukan lagi pada perdebatan hukum. “Terkait Kampung Sidrap, saya rasa persoalannya sudah selesai,” ujarnya, Kamis (11/9/2025).

Ia merujuk pada putusan MK yang secara jelas menempatkan Sidrap di wilayah Kutim, ditambah pernyataan tegas Pemkab Kutim yang tidak akan melepaskan kampung tersebut. “Sidrap itu menurut MK termasuk Mendagri sudah jelas mengatakan wilayah Kutim. Karena ada satu wilayah secara de facto dan de jure tidak ingin melepaskan wilayahnya, jadi klir itu,” ungkapnya.

Politikus PKS ini bahkan mengimbau agar pembahasan mengenai identitas kependudukan warga tidak lagi diperpanjang. “Jangan lagi dimunculkan soal mau ber-KTP mana. Realitasnya Sidrap ada di wilayah Kutim. Banyak orang berdomisili di suatu wilayah tapi ber-KTP luar, itu hal yang biasa,” katanya.

Agusriansyah menekankan pentingnya membangun infrastruktur di Sidrap. Menurutnya, persoalan yang lebih mendesak adalah pemenuhan kebutuhan dasar, mulai dari akses jalan, air bersih, listrik, pendidikan, hingga pelayanan kesehatan. “Mari kita ubah cara berpikir. Sidrap perlu didorong agar infrastruktur jalan, air, listrik, sekolah, hingga layanan kesehatan segera terpenuhi, termasuk soal pemekaran wilayahnya,” ucapnya.

Dengan kondisi tersebut, tarik ulur mengenai status Kampung Sidrap tampaknya masih akan berlanjut. Di satu sisi, Pemkot Bontang bertekad memperjuangkan aspirasi masyarakat melalui jalur politik. Di sisi lain, DPRD Kaltim meminta agar energi daerah tidak terkuras untuk perdebatan yang berulang, melainkan diarahkan ke percepatan pembangunan.

Polemik ini pun membuka kembali pertanyaan besar mengenai pelayanan publik di wilayah perbatasan administrasi, terutama bagi daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Bagi warga Sidrap, persoalan ini bukan sekadar status kewilayahan, melainkan tentang seberapa dekat mereka bisa merasakan kehadiran negara dalam bentuk pelayanan dasar yang adil dan merata. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com