KUTAI TIMUR – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) tengah mempersiapkan langkah strategis untuk mengatasi konflik antara manusia dan satwa liar yang kerap muncul di wilayah tersebut. Salah satu upaya yang kini masuk dalam tahap kajian teknis adalah rencana pembangunan penangkaran buaya.
Fenomena buaya yang sering terlihat di parit perumahan, saluran air, bahkan hingga ke jalan raya menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus buaya menyerang warga hingga menelan korban jiwa pernah terjadi, sehingga kebutuhan akan solusi jangka panjang semakin mendesak.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setkab Kutim, Noviari Noor, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak ingin bersikap reaktif semata, melainkan melakukan langkah komprehensif. “Di tahun ini ada kegiatan perencanaan dan kajian, ada di satu titik rencananya di Muara Bengalon, tujuannya untuk menangani buaya yang sejarang viral buaya masuk kota, selokan, kolong rumah, maka akan dibuat penangkaran,” ucap Noviari Noor, Kamis (18/09/2025).
Ia menjelaskan, kajian tersebut tidak hanya mempertimbangkan sisi teknis seperti pemilihan lokasi, tetapi juga menelaah dampak sosial, potensi ekonomi, hingga peluang pengembangan kawasan sebagai destinasi wisata berbasis konservasi. Muara Bengalon dipilih sebagai salah satu titik kajian karena dianggap strategis untuk menampung buaya dari habitat liar yang selama ini berpotensi menimbulkan konflik dengan masyarakat.
Pemkab Kutim menyadari keterbatasan anggaran membuat sulit untuk mengelola penangkaran buaya secara mandiri. Oleh sebab itu, pemerintah membuka peluang kerja sama dengan pihak ketiga atau investor swasta. Konsep yang dikembangkan akan mencontoh pengelolaan penangkaran buaya Teritip di Balikpapan, yang sukses menggabungkan aspek konservasi dengan nilai ekonomi.
Menurut Noviari, potensi ekonomi dari penangkaran buaya cukup besar. Selain pemanfaatan daging dan kulit yang memiliki nilai komersial, penangkaran juga bisa dijadikan daya tarik ekowisata. “Kajian dari sisi lokasi, dan juga kajian sebagai destinasi untuk ekowisata, jadi arahnya seperti Teritip Balikpapan,” tambahnya.
Bagi Pemkab Kutim, melibatkan investor dalam pengelolaan penangkaran buaya bukan sekadar soal ketersediaan modal, tetapi juga soal profesionalisme dalam mengelola satwa berbahaya. Biaya pakan, perawatan, hingga kebutuhan tenaga ahli yang kompeten membutuhkan manajemen yang serius dan berkelanjutan.
Jika kajian ini berhasil diwujudkan, penangkaran buaya di Muara Bengalon diharapkan dapat menjadi solusi permanen. Dengan begitu, buaya yang sering masuk ke permukiman dapat dialihkan ke habitat buatan yang lebih aman, sekaligus memberi manfaat tambahan bagi daerah. Dari sisi masyarakat, keberadaan penangkaran dapat menekan rasa waswas saat beraktivitas di sungai atau perairan. Dari sisi pemerintah, program ini mampu membuka peluang baru dalam sektor pariwisata serta menggerakkan ekonomi lokal.
Langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa Pemkab Kutim berusaha mencari solusi berimbang antara melindungi keselamatan warga dan menjaga kelestarian satwa liar. Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan program penangkaran ini tidak hanya berfungsi sebagai upaya konservasi, tetapi juga sebagai instrumen pembangunan daerah.
Masyarakat Kutim kini menaruh harapan besar agar kajian yang sedang dilakukan pemerintah benar-benar dapat diwujudkan. Selain memberikan rasa aman, kehadiran penangkaran buaya bisa menjadi ikon baru pariwisata yang membedakan Kutai Timur dengan daerah lain di Kalimantan Timur. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan