JAKARTA — Kekhawatiran masyarakat terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin menguat setelah muncul lonjakan kasus keracunan di sejumlah daerah. Sorotan kini tak hanya tertuju pada aspek teknis pengelolaan dapur umum, tetapi juga pada risiko hilangnya kepercayaan publik terhadap program prioritas pemerintah tersebut.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi IX DPR, Senin (22/09/2025), Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris, mengingatkan dampak sosial yang bisa muncul bila penanganan kasus keracunan tidak segera ditangani serius oleh pemerintah.
“Saya kok punya keyakinan orang tua murid se-Indonesia akan, apa ya, punya inisiatif atau punya trauma dan ketakutan untuk tidak mengizinkan anaknya mengonsumsi MBG yang disajikan di sekolah,” kata Charles.
Kekhawatiran itu diperkuat data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang mencatat lebih dari 6.400 kasus keracunan sejak program diluncurkan pada 14 September lalu. Lonjakan seribu kasus dalam sepekan terakhir menambah sorotan terhadap efektivitas pengawasan distribusi menu MBG.
Charles menilai jumlah tersebut kemungkinan lebih besar dari yang dilaporkan media. Ia mencontohkan kasus 97 siswa di Kelurahan Lagoa, Jakarta Utara, yang mengalami keracunan namun tak terekspose secara luas. “Dan saya yakin di tempat lain juga serupa. Mungkin di kabupaten lain, provinsi lain, kejadian keracunan tapi tidak diliput media. Sehingga kalau dikatakan underreported, ya sudah pasti underreported,” ujarnya.
Politikus PDIP itu menekankan, kasus keracunan bukan sekadar kesalahan teknis pada dapur umum atau satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Ia menilai ada persoalan sistem yang lebih mendasar. “Tapi kalau jumlah dapur semakin banyak, maka logikanya, jumlah anak yang berpotensial menjadi keracunan juga akan semakin banyak,” katanya.
Meski demikian, Charles mengakui penghentian program sulit dilakukan karena MBG merupakan program strategis pemerintahan Presiden Prabowo dengan anggaran triliunan rupiah. Alternatif paling realistis, menurutnya, ialah memperketat pengawasan dan menekan angka keracunan agar tujuan mulia program tetap tercapai.
“Ini kita mau cegah. Kita mau cegah kasus keracunan terulang. Kita mau mencegah anggaran negara jadi terbuang sia-sia. Kita juga mau melihat tujuan mulia ini bisa tercapai,” pungkas Charles. []
Admin04
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan