SULAWESI SELATAN – Rangkaian bentrokan antarwarga di Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, kembali memunculkan tragedi. Sebanyak 35 jiwa kehilangan tempat tinggal setelah rumah mereka terbakar akibat aksi tawuran yang disertai pelemparan bom molotov, Selasa (23/09/2025).
Insiden tersebut melibatkan lima unit rumah semi permanen yang ludes dilalap api. Selain kehilangan harta benda, warga juga terpaksa mengungsi untuk mencari tempat aman di tengah situasi yang belum kondusif.
Salah seorang korban, H. Sultan (60), mengungkapkan bahwa dirinya bersama istri dan kedua anaknya kini tinggal di rumah kerabat. “Sementara mengungsi dulu ke rumah keluarga. (Sekarang) sisa motor saya ambil,” ucap Sultan dengan nada pasrah.
Ia menjelaskan, tawuran antarwarga di wilayah itu memang bukan hal baru. Namun, biasanya konflik hanya berlangsung sebentar dan tidak sampai menimbulkan kerusakan besar. “Sebelum rumahnya terbakar, sekitar pukul 14:00 Wita, tawuran skala kecil sempat terjadi melibatkan beberapa bocah dari Jalan 148 dan Jalan Layang,” katanya.
Situasi mulai memburuk sekitar pukul 15:00 Wita ketika jumlah massa bertambah. Bentrokan meluas dan berubah menjadi saling serang menggunakan senjata tajam serta bom molotov. Akibatnya, api merembet cepat dan membakar rumah warga.
Sultan mengaku sempat menghubungi aparat kepolisian setempat untuk meminta bantuan, tetapi panggilannya tidak direspons. “Awalnya masih anak-anak yang terlibat perang. Begitu lama-lama tambah banyak,” ungkapnya. Ia juga menuding ada kelalaian dari pihak kepolisian. “Dari kemarin ini, satu mobil habis (terbakar). Tapi tidak ada respons di sini Polsek. (Polisi) menonton di jembatan. Jelas ada pembiaran,” ujarnya.
Harapan Sultan sederhana: konflik yang sudah berulang kali terjadi bisa segera dihentikan agar tidak jatuh korban jiwa.
Dampak tawuran tak hanya dirasakan para korban yang kehilangan rumah dan harta benda. Anak-anak di kawasan tersebut juga ikut terdampak secara psikologis maupun aktivitas sehari-hari. Ani, seorang ibu rumah tangga, mengeluhkan anak-anaknya sulit bersekolah karena kondisi lingkungan yang tidak aman.
“Anak-anak terlambat terus pergi sekolah, karena begadang, siaga nanti ada menyerang rumah. Dulu kalau perang, datang polisi sudah aman. Sekarang solusinya tidak ada, kita melapor setiap hari, kadang saya pergi ke kantor polisi tapi tidak ada solusi,” tutur Ani.
Sarifah (38), warga lainnya, kehilangan dua unit sepeda motor yang selama ini dipakai dirinya dan suami untuk bekerja sebagai ojek online. Kedua motor tersebut terbakar saat sekelompok orang menyerang dan merusak properti warga pada Senin (22/09/2025) malam.
“Banyak menyerang, yang terbakar motorku sama motornya suamiku,” katanya. Ia menduga para pelaku menggunakan bensin dan bom molotov untuk melancarkan aksinya. “Tidak ada orang-orang waktu membakar jadi bebas. Jualan baksonya juga ini tetangga dirusak. Kosong karena orang-orang sudah istirahat,” tambah Sarifah.
Bentrokan yang sudah berlangsung hampir lima hari itu juga menimbulkan korban luka. Empat orang dilaporkan terkena anak panah busur yang dilepaskan oleh para pelaku tawuran. Selain lima rumah, kerugian warga bertambah dengan hilangnya dua motor, satu mobil, dan beberapa fasilitas usaha.
Kapolrestabes Makassar Kombes Arya Perdana menyatakan bahwa tawuran tersebut diduga tidak terjadi secara spontan. Menurutnya, ada indikasi kuat bahwa aksi ini terorganisasi dan mendapat dukungan finansial dari pihak tertentu.
“Kami petakan siapa saja aktor intelektual, karena ini tidak mungkin tidak ada yang membiayai. Petasan itu nilainya Rp 1 juta dan satu hari bisa ditembakkan sebanyak 20 kali, berarti Rp 20 juta. Senapan angin ini juga dapatnya dari mana, kami masih mendalami,” jelas Arya.
Arya menambahkan, kepolisian kini tengah melakukan pemetaan dan identifikasi untuk mengetahui siapa saja yang menjadi dalang di balik konflik. Ia menegaskan, aparat akan menindak tegas siapa pun yang terbukti mengorganisasi maupun terlibat dalam aksi tersebut.
Meski pihak kepolisian sudah berjanji melakukan penyelidikan, warga tetap berharap agar tindakan nyata segera diambil. Kekhawatiran akan adanya bentrokan susulan membuat banyak keluarga memilih tetap waspada, bahkan mengungsi.
Mereka meminta pemerintah daerah bersama aparat keamanan hadir dengan solusi jangka panjang agar persoalan tidak terus berulang. “Kalau tidak ada penyelesaian, korban pasti makin banyak,” ujar Sultan.
Bentrokan di Tallo menjadi pengingat bahwa konflik sosial yang dibiarkan berlarut bisa menimbulkan kerugian besar, baik materiil maupun psikologis, terutama bagi warga kecil yang harus menanggung dampaknya. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan