JAWA BARAT – Gelombang keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus meluas di Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan Cipongkor menjadi daerah dengan jumlah kasus tertinggi, hingga membuat pemerintah daerah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Insiden pertama terdeteksi pada Senin (22/09/2025) sekitar pukul 11.00 WIB, ketika 70 siswa dari berbagai sekolah mulai dari SD, SMP, hingga SMA mengalami gejala mual, muntah, pusing, hingga sesak napas setelah menyantap menu MBG.
“Ada 70 orang kurang lebihnya,” ungkap Kapolsek Sindangkerta Iptu Sholehuddin kepada wartawan. Para korban awalnya ditangani di Puskesmas Cipongkor, sementara sebagian lainnya harus dirujuk ke RSUD Cililin.
Jumlah korban terus bertambah. Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan menyebut total siswa yang terdampak keracunan MBG di Cipongkor mencapai 369 orang. Ratusan siswa itu ditangani di sejumlah fasilitas kesehatan, mulai dari posko darurat hingga rumah sakit. “Yang sudah membaik atau sudah pulang tercatat ada 257 orang,” kata Hendra.
Bupati Bandung Barat Jeje Ritchie Ismail kemudian menetapkan status KLB saat meninjau posko penanganan, Selasa (23/9). “Jadi, sekarang juga kita sudah menetapkan statusnya KLB, Kejadian Luar Biasa, supaya penanganannya lebih cepat dan lebih menyeluruh,” ujar Jeje.
Pemerintah daerah bersama instansi terkait langsung menutup sementara dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Cipongkor. “Kalau memang belum layak ya kita harus melakukan perbaikan, dan khusus untuk dapur di Cipongkor ini kita tutup dulu untuk kita investigasi,” tambahnya.
Berdasarkan data sementara, terdapat 85 dapur MBG di Cipongkor, dan seluruhnya belum memiliki sertifikasi sehat. “Semuanya juga tetap kita lakukan evaluasi karena data yang saya dapat adalah 85 dapur memang masih belum memiliki sertifikasi,” tegas Jeje.
Ironisnya, sehari setelah status KLB diumumkan, kasus serupa kembali terjadi. Pada Rabu (24/09/2025), 500 pelajar di Cipongkor kembali dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG yang berbeda dari sebelumnya.
“Teridentifikasi 500 yang mengeluh (keracunan) dan langsung kami tangani,” kata Sekda Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman saat berada di posko darurat. Dari jumlah itu, 400 siswa dirawat di Posko Cipongkor dan 100 lainnya di Puskesmas Citalem.
Gejala yang dikeluhkan sama, mulai dari mual, sesak, pusing hingga tubuh lemas. Kejadian serupa juga tercatat di Kecamatan Cihampelas, di mana 45 siswa harus dilarikan ke berbagai fasilitas kesehatan.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana turut meninjau lokasi penanganan di Cipongkor. Ia memuji koordinasi petugas lapangan, namun mengakui ada masalah dalam pengelolaan makanan.
“Kondisinya sebenarnya bagus, hanya mungkin ada keteledoran,” katanya. Dadan menekankan bahwa kejadian ini menjadi pelajaran agar semua daerah lebih siap, terutama terkait fasilitas kesehatan dan sarana pendukung.
Kasus ini segera memicu reaksi luas. Koalisi Masyarakat Sipil Kawal MBG mendesak pemerintah menyetop sementara program MBG di seluruh daerah untuk dilakukan evaluasi menyeluruh.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Eva Nurcahyani, menegaskan tata kelola MBG selama ini lemah dan minim akuntabilitas. “Pemerintah harus segera menghentikan pelaksanaan MBG agar tidak terus menimbulkan kerugian lebih besar bagi masyarakat,” ujarnya di Jakarta.
Dari Senayan, Ketua DPR RI Puan Maharani juga menyerukan evaluasi total. “Jadi, memang evaluasinya itu harus dilakukan secara total. Jadi, jangan saling menyalahkan, tapi kita evaluasi bersama sehingga jangan terulang kembali,” katanya seusai memimpin Rapat Paripurna DPR.
DPR disebut akan melakukan pengawasan langsung, termasuk menyelidiki apakah akar masalah ada pada dapur penyedia makanan atau justru di distribusi ke sekolah.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat lonjakan tajam kasus keracunan MBG dalam sepekan terakhir. Jika pada 14 September jumlah korban keracunan mencapai 5.360 kasus, maka per 21 September meningkat menjadi 6.452 kasus, atau bertambah 1.092 kasus.
Lima provinsi mencatat angka tertinggi, yaitu Jawa Barat (2.012 kasus), DI Yogyakarta (1.047 kasus), Jawa Tengah (722 kasus), Bengkulu (539 kasus), dan Sulawesi Tengah (446 kasus).
Data ini memperlihatkan bahwa masalah MBG bukan hanya insiden lokal, tetapi persoalan nasional yang perlu evaluasi serius.
Program MBG sejatinya dirancang untuk meningkatkan gizi anak sekolah. Namun, serangkaian kasus keracunan mengancam kredibilitas dan keberlanjutannya. Di Bandung Barat, kejadian di Cipongkor menjadi gambaran nyata lemahnya pengawasan dapur penyedia.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah standar kelayakan dapur dan keamanan pangan benar-benar diterapkan? Tanpa evaluasi menyeluruh, program MBG berisiko kehilangan kepercayaan publik yang justru menjadi target utamanya. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan