Kalsel Juara Indeks Pangan, Petani Masih Hadapi Persoalan Klasik

BANJARBARU – Kalimantan Selatan (Kalsel) berhasil menorehkan prestasi membanggakan dengan menempati peringkat pertama Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Nasional 2025. Dengan capaian skor 81,98 persen, provinsi ini dinilai paling siap dalam menjaga ketersediaan pangan.

Namun, di balik angka yang tinggi tersebut, masih tersimpan berbagai persoalan mendasar yang dirasakan langsung oleh para petani. Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kalsel, Muhammad Rofiqi, mengingatkan agar euforia peringkat tidak menutupi kenyataan di lapangan.

“Banyak petani masih berhadapan dengan masalah klasik yang tak kunjung tuntas. Kendala yang dihadapi para petani mulai dari masalah modal, ketersediaan pupuk, alat dan teknologi pertanian, pengairan, hingga harga jual produk. Semua itu membuat perjuangan petani belum benar-benar seimbang dengan kerja keras mereka,” ujarnya, Rabu (24/09/2025).

Rofiqi menegaskan HKTI Kalsel tidak ingin kondisi tersebut terus berlarut. Organisasi ini berkomitmen untuk mendorong peningkatan produksi pertanian, sekaligus memastikan kesejahteraan petani. “Kami berupaya membantu peningkatan produksi pertanian, supaya program swasembada pangan yang menjadi prioritas Presiden Prabowo bisa tercapai. Tetapi yang terpenting, petani di Banua bisa hidup sejahtera,” tegasnya.

Bagi Rofiqi, peringatan Hari Tani Nasional setiap 24 September bukan hanya seremonial. Peringatan lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 harus menjadi refleksi nasional: apakah petani sudah benar-benar mendapat tempat layak dalam pembangunan dan apakah bangsa ini mampu berdiri di atas kemandirian pangan.

Di lapangan, petani masih menghadapi tantangan nyata. Supiani, seorang petani di Kabupaten Banjar, mengaku semangat petani sering kali padam akibat bencana dan keterbatasan bantuan. “Nah tahun ini, banjirnya datang menjelang panen,” ucapnya. Padahal, menurutnya, padi yang ditanam tumbuh dengan baik, tetapi gagal panen tak bisa dihindari.

Supiani berharap pemerintah lebih serius memberi dukungan, mulai dari sarana produksi hingga perlindungan menghadapi ancaman gagal tanam dan gagal panen.

Di tingkat nasional, peringatan Hari Tani juga menjadi ajang penyampaian aspirasi. Sebanyak 12 orang yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) menyampaikan enam tuntutan kepada pemerintah di Kantor Kemensetneg, Jakarta.

Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menjabarkan tuntutan tersebut. Pertama, meminta Presiden Prabowo menyelesaikan konflik agraria sekaligus menghentikan kekerasan dan intimidasi terhadap petani. Kedua, mendesak agar tanah-tanah objek reforma agraria segera dibagikan kepada petani.

Ketiga, SPI menuntut revisi Perpres Reforma Agraria Nomor 62 Tahun 2023 agar percepatan reforma agraria benar-benar terwujud. Keempat, meminta revisi UU Pangan dan UU Kehutanan untuk mengurangi ketergantungan impor.

Kelima, SPI menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merugikan petani. Dan keenam, mereka meminta pemerintah membentuk Dewan Reforma Agraria Nasional. “Kita juga berharap agar Presiden bisa menemui kita paling lambat minggu depan supaya aspirasi kita ini bisa langsung diterima oleh Presiden,” ujar Henry.

Di Kalsel, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) SPI turut menggelar diskusi dalam rangka Hari Tani Nasional 2025. Ketua DPW SPI Kalsel, Dwi Putra Kurniawan, mengingatkan bahwa konsep pertanian nenek moyang seharusnya menjadi rujukan. “Hari Tani kembali ke leluhur, berkolaborasi dengan ekosistem yang sudah ada. Bukan kita merusak salah satu dari ekosistem, sehingga merubah ekosistem,” katanya.

Dwi menegaskan pangan adalah kebutuhan dasar yang tidak bisa ditawar. Karena itu, ia mendorong penerapan konsep pertanian ramah lingkungan. SPI Kalsel, lanjutnya, berencana menjadikan pertanian organik masyarakat Dayak Pitap di Balangan sebagai proyek percontohan. “Pertanian di sana bahan organik menjadi input tanaman, tidak gunakan pupuk kimia,” ungkapnya.

Prestasi Kalimantan Selatan di tingkat nasional memang patut diapresiasi. Namun, sebagaimana diingatkan para petani dan aktivis, ketahanan pangan sejati tak sekadar diukur dari angka statistik. Ia harus dirasakan langsung dalam kehidupan sehari-hari para petani, mulai dari kepastian akses lahan, ketersediaan pupuk, hingga harga jual hasil panen yang layak.

Momentum Hari Tani Nasional 2025 pun seakan menjadi pengingat: ketahanan pangan sejati baru akan terwujud jika kesejahteraan petani benar-benar menjadi prioritas utama. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com