Kasus Paul, LBH Surabaya Minta Komnas HAM Turun Tangan

YOGYAKARTA – Penangkapan aktivis sosial asal Yogyakarta, Muhammad Fatkhurrozi atau yang dikenal dengan nama Paul, oleh tim penyidik Polda Jawa Timur (Jatim) menuai perhatian luas. Paul diamankan di kediamannya pada Sabtu (27/09/2025) sekitar pukul 14.30 WIB, lalu dibawa ke Surabaya untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut terkait dugaan keterlibatan dalam kerusuhan aksi di Kediri pada akhir Agustus lalu.

Proses penangkapan ini dipersoalkan oleh Tim Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)-LBH Surabaya. Mereka menilai langkah kepolisian tidak sesuai prosedur. “Tim LBH Surabaya bersama keluarga Paul kemudian tiba di Polda Jatim dan bertemu dengannya pukul 23.05 WIB,” ujar Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, Minggu (28/09/2025).

Menurut Habibus, kronologi yang terjadi sejak penangkapan memperlihatkan adanya sejumlah kejanggalan. Setelah diamankan, Paul lebih dulu dibawa ke Polda DIY untuk diperiksa, sebelum akhirnya sekitar pukul 17.00 WIB diterbangkan ke Polda Jatim. Pemeriksaan kemudian berlanjut hingga tengah malam. “Di akhir pemeriksaan, penahanan terhadap Paul langsung dilakukan,” ucapnya.

Habibus menyebut, penetapan Paul sebagai tersangka merujuk pada pengembangan kasus penangkapan sejumlah aktivis di Kediri. Ia didakwa dengan Pasal 160 KUHP juncto Pasal 187 KUHP juncto Pasal 170 KUHP juncto Pasal 55 KUHP berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/A/17/IX/2025/SPKT.SATRESKRIM/Polres Kediri Kota/Polda Jawa Timur, tanggal 1 September 2025.

Namun, tim kuasa hukum menilai prosedur hukum dalam kasus ini tidak dijalankan secara tepat. Menurut mereka, penetapan tersangka seharusnya dilakukan setelah polisi mengantongi minimal dua alat bukti yang sah. “Padahal, jika merujuk pada KUHAP, polisi seharusnya lebih dulu memiliki dua alat bukti yang cukup disertai pemeriksaan terduga pelaku dalam menetapkan status tersangka,” jelas Habibus.

Ia juga mengingatkan bahwa penangkapan paksa biasanya hanya dapat dilakukan setelah seseorang dua kali mangkir dari panggilan resmi kepolisian. Dalam kasus Paul, kata dia, mekanisme itu tidak terjadi.

Atas dasar itu, LBH Surabaya bersama YLBHI mendesak agar Polda Jatim segera membebaskan Paul. Mereka menilai langkah ini mencerminkan dugaan kriminalisasi terhadap aktivis pro demokrasi. Desakan juga ditujukan kepada lembaga-lembaga negara untuk mengawasi jalannya proses hukum. “Terakhir, kami mendesak Kompolnas melakukan pengawasan terhadap Polda Jatim,” ujar Habibus.

Selain Kompolnas, mereka meminta Komnas HAM turun tangan melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran hak asasi, sementara Ombudsman RI didorong untuk meneliti potensi maladministrasi.

Penangkapan Paul telah memicu diskusi hangat di kalangan masyarakat sipil. Beberapa kelompok mahasiswa dan jaringan aktivis menilai tindakan ini berpotensi mengekang ruang kebebasan berekspresi. Di sisi lain, publik menunggu penjelasan resmi dari Polda Jatim yang hingga kini belum memberikan keterangan terkait dasar penangkapan maupun bukti-bukti yang dikantongi penyidik.

Kasus ini menambah daftar panjang kontroversi penegakan hukum yang menyangkut aktivis di Indonesia. Publik kini menanti langkah transparan dari aparat kepolisian, sekaligus menyoroti pentingnya perlindungan terhadap kebebasan sipil dan hak berorganisasi. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com