Ratusan Buruh Kehilangan Pekerjaan, KSBSI Desak PHK Jadi Opsi Terakhir

NUNUKAN – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di Kabupaten Nunukan sepanjang tahun 2025 memunculkan keresahan luas di kalangan buruh. Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menegaskan sikap menolak segala bentuk PHK, baik yang disebut prosedural maupun non-prosedural, karena dianggap merugikan pekerja dan keluarganya.

Ketua KSBSI Nunukan, Iswan, menyampaikan kritik tajam terhadap Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) yang mengklasifikasikan PHK ke dalam dua kategori. Ia menilai kebijakan itu tidak memiliki landasan hukum. “Tidak ada di dalam undang-undang yang menganut istilah PHK prosedural dan non prosedural. Jadi keliru kalau Disnakertrans membuat klasifikasi seperti itu. Intinya, KSBSI menolak PHK apa pun bentuknya. Pengusaha harus mencari solusi sebelum ke tahap PHK, dan Disnakertrans jangan memberi ruang pembenaran,” ujarnya, Minggu (28/09/2025).

Iswan menilai, dalam praktiknya klasifikasi tersebut hanya memperlemah posisi buruh. Alih-alih mencari jalan keluar, perusahaan kerap menjadikan alasan prosedural sebagai pembenaran untuk melakukan PHK massal.

Berdasarkan data resmi Disnakertrans Nunukan, sejak Januari hingga September 2025 tercatat 409 pekerja terkena PHK yang digolongkan sebagai “prosedural.” Rinciannya, 207 pekerja resign, 131 berhenti sepihak, 38 habis kontrak, dan 18 memasuki masa pensiun. Namun angka itu belum termasuk catatan lain dari PT KHL yang dilaporkan mem-PHK 477 pekerja akibat konflik perjanjian kerja, perselisihan hak, hingga tuntutan buruh yang tak kunjung selesai.

Jika dihitung keseluruhan, jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan di Nunukan sepanjang 2025 sudah mencapai lebih dari 900 orang. KSBSI menilai angka itu mengkhawatirkan karena menunjukkan lemahnya perlindungan tenaga kerja di daerah perbatasan. “PHK sebanyak 900 orang bukan prestasi, tapi justru ironi. Apalagi ada kasus terbaru, ketika perusahaan berhenti beroperasi, sekitar 200 buruh langsung di-PHK. Ini jelas sangat merugikan pekerja,” kata Iswan.

Fenomena resign massal juga menjadi sorotan. Menurut KSBSI, ada ratusan pekerja yang memilih mundur hampir bersamaan dari perusahaan. Kondisi itu dinilai janggal dan patut ditelusuri lebih jauh. “Kalau kontrak habis atau pensiun itu wajar, tapi kalau ada 200 lebih buruh resign hampir bersamaan, ini tanda tanya besar. Pemerintah harus memastikan tidak ada hak buruh yang tertinggal, baik pesangon maupun kompensasi,” tegas Iswan.

Gelombang PHK yang terus berulang menimbulkan efek domino. Selain berdampak langsung terhadap keberlangsungan hidup buruh, kondisi ini juga berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi keluarga mereka. Banyak di antara mereka yang harus menanggung beban cicilan, biaya pendidikan anak, hingga kebutuhan pokok sehari-hari.

KSBSI mendesak pemerintah daerah lebih aktif dalam mencari solusi konkret. Tidak cukup hanya melakukan mediasi setelah perselisihan terjadi, melainkan juga perlu menghadirkan kebijakan pencegahan. Hal itu bisa dilakukan melalui pengawasan ketat terhadap perusahaan, penerapan standar perjanjian kerja yang adil, serta penyaluran program-program alternatif bagi buruh terdampak. “PHK harus benar-benar menjadi opsi terakhir, bahkan sebisa mungkin dihindari, karena menyangkut keberlangsungan hidup ratusan keluarga pekerja,” tambah Iswan.

Di sisi lain, kalangan buruh berharap pemerintah provinsi dan pusat tidak lepas tangan. Dukungan berupa program pelatihan keterampilan, penyediaan lapangan kerja baru, hingga insentif bagi perusahaan yang mampu mempertahankan tenaga kerjanya menjadi kebutuhan mendesak.

Kasus PHK di Nunukan menunjukkan bahwa dunia ketenagakerjaan di daerah perbatasan masih menghadapi banyak tantangan. Meski pemerintah daerah kerap menekankan bahwa kondisi perselisihan buruh relatif kondusif, angka ratusan pekerja yang kehilangan pekerjaan tetap menjadi catatan serius. Bagi KSBSI, setiap PHK adalah alarm bahwa ada sistem yang belum berjalan sebagaimana mestinya. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com