KUTAI TIMUR – Sebuah video yang memperlihatkan seorang anak laki-laki dengan luka di perutnya mendadak viral di media sosial sejak diunggah pada Senin (29/09/2025). Video itu mengklaim luka tersebut disebabkan oleh cakaran buaya saat anak itu mengambil layangannya yang jatuh ke rawa-rawa.
Dalam cuplikan video, anak laki-laki tersebut tampak menjelaskan kronologi kejadian sambil memperlihatkan perutnya yang penuh goresan berwarna merah. Goresan yang muncul terlihat kecil dan berjumlah banyak, diduga sebagai hasil upaya anak tersebut menyelamatkan diri saat berada di lingkungan berisiko.
Meski demikian, klaim “dicakar buaya” menuai keraguan luas di kalangan warganet. Banyak pengguna media sosial menilai luka yang terlihat tidak konsisten dengan ciri luka akibat serangan buaya. Secara umum, predator tersebut meninggalkan luka robek yang dalam dan parah, bukan sekadar goresan dangkal seperti yang terlihat dalam video.
Sejumlah netizen menyoroti kemungkinan luka itu berasal dari kontak dengan duri tanaman rawa, kawat, atau kayu runcing saat anak bergerak di lumpur atau semak belukar. Selain itu, sikap anak yang terlihat tenang saat menceritakan pengalaman itu dianggap tidak sesuai dengan reaksi seseorang yang baru saja hampir diserang predator berbahaya.
Komentar-komentar lain menekankan pentingnya melakukan verifikasi fakta sebelum menyebarkan informasi viral, agar publik tidak terjebak pada narasi dramatis yang belum terbukti. “Kalau cakar buaya, lukanya pasti robek dan dalam. Ini lebih menyerupai goresan karena gesekan dengan kawat atau duri,” tulis seorang warganet di kolom komentar.
Hingga saat ini, lokasi kejadian dan identitas anak belum diketahui secara pasti, sehingga kebenaran klaim masih dalam tanda tanya. Meski demikian, peristiwa ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat, terutama orang tua, untuk selalu mengawasi anak-anak saat bermain di area rawa, sungai, atau habitat satwa liar.
Selain aspek keselamatan, kasus ini juga menyoroti pentingnya literasi digital dalam menghadapi informasi viral. Video atau cerita yang beredar di media sosial tidak selalu akurat dan membutuhkan konfirmasi sebelum dipercaya atau dibagikan.
Para ahli menyarankan orang tua untuk mengedukasi anak-anak mengenai potensi bahaya di sekitar perairan dan menjaga komunikasi yang baik agar dapat segera membantu jika terjadi insiden. Sementara itu, masyarakat diimbau untuk memprioritaskan keamanan anak di atas sensasi atau konten viral yang belum terverifikasi.
Kejadian ini menegaskan bahwa meskipun media sosial memberi akses cepat terhadap informasi, klarifikasi fakta tetap menjadi kunci untuk mencegah kesalahpahaman, sekaligus melindungi keselamatan anak dan masyarakat luas. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan