KUTAI BARAT – Mantan Petinggi Kampung Abit, Kecamatan Mook Manar Bulan, Kutai Barat, Basri, menghadapi persidangan terkait dugaan tindak pidana korupsi anggaran pendapatan dan belanja (APB) Kampung Abit Tahun Anggaran 2022. Basri secara terbuka mengakui telah menggunakan dana desa tersebut untuk kepentingan pribadi.
“Dipersidangan dia (Basri, red) mengakui bahwa uang tersebut dipergunakan sendiri,” tegas Kasi Intel Kejaksaan Kutai Barat, Angga Wardana, Senin (29/09/2025).
Meski pengakuan terdakwa sudah jelas, Kejaksaan Negeri Kutai Barat masih menunggu putusan resmi pengadilan untuk memastikan apakah ada pihak lain yang turut terlibat dalam penyalahgunaan dana tersebut. “Kita tunggu hasil putusan. Sejauh ini terdakwa mengaku hanya dia yang mempergunakan uang tersebut,” ujar Angga.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kutai Barat sebelumnya menuntut Basri dengan hukuman 7 tahun penjara, karena terbukti memperkaya diri sendiri. Selain itu, JPU juga menuntut pidana tambahan berupa pengembalian uang senilai Rp 914.719.450,00 yang diselewengkan.
Kasus ini merujuk pada Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dugaan korupsi melibatkan penyalagunaan seluruh anggaran Kampung Abit pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2022, yang bertentangan dengan pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Hasil perhitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan negara menderita kerugian mencapai Rp 914.719.450. Penyelidikan menemukan bahwa tidak semua item belanja dan harga satuan dilakukan survei di lapangan, dan Basri selaku kepala kampung mengatur seluruh pekerjaan serta pengadaan secara mandiri.
Selain itu, dokumen pertanggungjawaban (SPJ) yang diajukan terdakwa hanya berupa cetakan dari aplikasi Siskeudes pada Januari dan Juni 2024, tanpa disertai bukti pengeluaran asli, karena nilai riil tidak sesuai dengan nilai yang diinput dalam aplikasi. Beberapa kegiatan juga dilaporkan tidak sesuai kondisi sebenarnya di lapangan.
Kasus Basri menegaskan perlunya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan desa. Kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya terus memantau jalannya persidangan untuk memastikan adanya keadilan serta memberikan efek jera bagi penyalahgunaan anggaran negara.
Dengan kasus ini, masyarakat diharapkan lebih awas terhadap pengelolaan dana desa agar program pembangunan desa benar-benar bermanfaat, dan setiap potensi penyimpangan dapat dicegah sejak dini. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan