NUNUKAN – Kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) di Kecamatan Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, semakin mendapat perhatian serius. Dinas Kesehatan (Dinkes) Nunukan memastikan jumlah korban yang semula tercatat 82 orang, kini bertambah menjadi 145 orang.
“Hasil investigasi kami di Pulau Sebatik kemarin, ternyata bukan 82 orang korbannya, tapi ada 145 orang,” kata Kepala Dinas Kesehatan Nunukan, Miskia, Kamis (02/10/2025).
Ia merinci, sebanyak 34 pasien dirawat di RS Pratama Sebatik, 16 pasien di Puskesmas Sei Nyamuk, dan 95 orang lainnya mendapat perawatan di Puskesmas Aji Kuning serta Lourdes. Untuk mengungkap penyebab utama, Dinkes telah mengambil sampel makanan dan muntahan korban. Sampel makanan dikirim ke BPOM Tarakan, sedangkan muntahan korban diperiksa di Laboratorium Surabaya. “Kita juga akan melakukan analisa epidemiologi setelah ada hasil pemeriksaan untuk melihat sumber permasalahan dan penyebabnya,” jelas Miskia.
Menu MBG yang dibagikan pada hari kedua program meliputi telur rebus sambal balado, tahu, tumis wortel campur kol, serta buah semangka. Dari 992 paket yang dibagikan oleh Yayasan Bina Pendidikan Yatim, 145 anak diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan tersebut.
“Dugaan kami dari telur rebus ya. Kalau kita beli telur itu kan tidak kelihatan bagaimana kualitasnya. Tapi baru sebatas indikasi ini ya, yang keracunan yang kebagian telur yang kualitasnya buruk,” ungkap Miskia.
Meski demikian, ia menegaskan penyebab pasti masih menunggu hasil laboratorium. Untuk mencegah kejadian serupa, Dinkes juga meminta agar menu MBG wajib dilaporkan terlebih dahulu sebelum disajikan.
Selama penyelidikan berlangsung, operasional Sentra Pemberdayaan Penyedia Gizi (SPPG) Sebatik Tengah dihentikan. Pihak penyelenggara diminta memenuhi sejumlah persyaratan sebelum dapat kembali beroperasi, termasuk kepemilikan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), jaminan kesehatan tenaga penyedia makanan, pelatihan keamanan pangan, hingga perbaikan sarana prasarana. “Ketika SPPG nanti kembali berjalan rutin, Dinkes Nunukan akan melakukan inspeksi sanitasi sebulan sekali,” tambah Miskia.
Bupati Nunukan, Irwan Sabri, turut meninjau langsung kondisi korban. Ia menegaskan penghentian sementara SPPG merupakan langkah wajib demi keselamatan penerima program.
“Dan SPPG yang baru beroperasi dua hari di Kecamatan Sebatik Tengah, pasti kita nonaktifkan dulu sampai ada kejelasan apakah menu yang disajikan beracun atau ada faktor lainnya yang mengakibatkan puluhan anak keracunan,” ucap Irwan.
Miskia menekankan pentingnya rapat lintas sektor sebelum program MBG kembali berjalan. Menurutnya, program nasional ini memiliki manfaat besar bagi masyarakat, sehingga harus tetap berlanjut namun dengan pengawasan ketat.
“Harapan kami, SPPG dan BGN tidak boleh berjalan sendiri tanpa melibatkan lintas sektor. Apalagi ini program nasional yang sangat banyak manfaatnya dan harus berjalan terus,” kata Miskia.
Selain itu, Dinkes Nunukan juga berencana menggencarkan edukasi tentang keamanan pangan sekaligus membangun sistem surveilans cepat di tiap puskesmas. “Kita bentuk Tim Surveylans gerak cepat. Jadi ketika ada laporan gangguan MBG, Tim Surveylans di masing-masing puskesmas bisa responsif dan penanganan lebih cepat dan terukur,” ujarnya.
Kasus keracunan massal ini menambah catatan buruk pelaksanaan program makanan bergizi gratis di sejumlah daerah. Evaluasi menyeluruh kini menjadi langkah penting agar bantuan yang sejatinya ditujukan meningkatkan gizi anak, tidak justru menimbulkan bahaya kesehatan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan