BENGKAYANG – Asap dupa mengepul, beriring aroma makanan yang memenuhi udara. Tenda sederhana menampung deretan kursi dan meja, tempat ratusan tamu bersua, berbincang, dan menikmati jamuan penuh tawa. Suasana hangat itu mewarnai perayaan 25 tahun Kelenteng Fuk Teh Chi & Chi Hong Kiung di Desa Sungai Jaga A, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang, Kamis (02/10/2025).
Perayaan ulang tahun kelenteng ini bukan sekadar seremoni. Bagi masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat, momen tersebut menjadi sarana merawat budaya leluhur, memperkuat tradisi, sekaligus meneguhkan kebersamaan lintas generasi.
Salah satu bagian yang paling dinanti adalah prosesi lelang sesaji dari altar utama. Buah, kue, dan aneka hidangan dilepas dengan penawaran riuh, nilainya menembus jutaan rupiah. Tradisi ini dipercaya sebagai simbol berbagi berkah, perekat sosial, sekaligus lambang keberuntungan. Hasil lelang kemudian dialokasikan untuk mendukung kegiatan sosial kelenteng, sementara umat yang berhasil membawa pulang sesaji diyakini menerima keberkahan.
Namun, di balik perayaan itu terselip agenda penting lainnya: pengukuhan pengurus Perhimpunan Tionghoa Kalbar Indonesia (PTK Indonesia) periode 2025–2029. Organisasi yang membawahi 52 perkumpulan ini hadir dengan misi membangun daerah serta berkontribusi pada bangsa melalui program sosial dengan slogan, “Dari Kita, oleh Kita, untuk Kita.”
Ketua Umum PTK Indonesia terpilih, Yordanus, menyampaikan pidato penuh semangat. Ia menegaskan bahwa organisasi ini lahir dari kerinduan untuk menyatukan masyarakat Tionghoa Kalbar.
Program kerja telah disusun meliputi pendidikan, sosial budaya, hingga olahraga. Selain itu, PTK Indonesia berencana mendirikan kantor perwakilan di Pontianak, Singkawang, dan Ketapang, sebagai basis layanan lebih luas.
“Kita harus bergandengan tangan dengan pemerintah dan swasta untuk melayani masyarakat, mencerdaskan anak bangsa, sekaligus melestarikan budaya Tionghoa,” ujar Yordanus.
Ia menambahkan, perhatian khusus akan diberikan kepada generasi muda dengan mendorong penguasaan bahasa dan teknologi sebagai bekal menghadapi persaingan global.
Pelantikan pengurus kemudian ditutup dengan makan kue bulan. Bulat sempurna, kue itu menjadi simbol persatuan: sebuah doa agar tradisi tetap terjaga, organisasi terus berkembang, dan kebersamaan kian menguat. []
Admin04
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan