AMUNTAI — Nasib tragis menimpa Nurhasanah, wanita berusia 32 tahun asal Desa Hambuku Raya, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan. Niat sederhana untuk membuang sampah berubah menjadi petaka. Ia dilaporkan hilang dan diduga tenggelam di sungai pada Jumat malam (03/10/2025).
Menurut keterangan keluarga, Nurhasanah berpamitan untuk membuang sampah sekitar pukul 19.30 Wita. Namun waktu terus berjalan tanpa kepulangannya. Rasa cemas pun menyelimuti rumah. Sang suami, khawatir akan keselamatan istrinya, mencoba mencari hingga turun langsung ke sungai. Namun, upayanya tak membuahkan hasil. Ia pun melapor kepada Kepala Desa untuk meminta pertolongan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) HSU, Syamrani, membenarkan laporan hilangnya warga tersebut. “Saat ini masih melakukan penyisiran di sekitar lokasi terakhir kemungkinan korban terjatuh ke sungai,” ujarnya, Sabtu (04/10/2025).
Pencarian langsung melibatkan tim gabungan dari BPBD HSU, relawan, serta bantuan personel dari Kabupaten Balangan. Syamrani yang turun langsung ke lokasi memantau proses pencarian dan memastikan koordinasi berjalan di beberapa titik. “Peralatan yang dibutuhkan dan juga personil dibagi di beberapa titik pencarian,” tambahnya.
Dugaan bahwa korban tenggelam diperkuat dengan penemuan sejumlah barang milik Nurhasanah di tepi sungai. Tim menemukan sandal jepit, gayung, dan kantong plastik sampah yang hendak dibuang. Barang-barang itu menjadi petunjuk kuat bahwa korban terjatuh ke sungai saat melakukan aktivitas rutin tersebut.
Namun di balik tragedi ini, tersimpan ironi yang tak bisa diabaikan. Kasus ini menggambarkan wajah muram pelayanan publik di daerah. Di tengah gencarnya seruan kebersihan dan kampanye pengelolaan lingkungan, masih banyak desa yang bergantung pada sungai untuk membuang sampah karena ketiadaan sistem pembuangan yang layak.
Sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan kini justru berubah menjadi ancaman bagi masyarakat. Ketika fasilitas dasar seperti tempat pembuangan sampah tidak tersedia, aktivitas harian seperti membuang sampah bisa berujung maut sebagaimana yang menimpa Nurhasanah.
Tragedi ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah agar tidak lagi menutup mata terhadap kondisi masyarakat di pedesaan. Minimnya infrastruktur lingkungan dan penerangan di sekitar sungai bukan hanya persoalan kenyamanan, tetapi juga keselamatan.
Warga desa seperti Nurhasanah terpaksa mengambil risiko setiap hari, karena tak ada pilihan lain. Ia bukan satu-satunya korban dari ketidakpedulian terhadap fasilitas publik. Selama persoalan pengelolaan sampah dibiarkan tanpa solusi konkret, bukan tidak mungkin tragedi serupa kembali terulang.
Kini, keluarga hanya bisa berharap pencarian segera membuahkan hasil. Namun, bagi masyarakat Hulu Sungai Utara, kisah ini semestinya menjadi pengingat bahwa kelalaian kecil dari pemerintah dapat berakhir dengan kehilangan besar di tengah warga yang selama ini hidup seadanya di tepi sungai. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan