Kapal Kemanusiaan Dibakar, Dunia Bungkam

TEL AVIV – Dugaan keterlibatan langsung Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam serangan pesawat nirawak terhadap dua kapal Global Sumud Flotilla (GSF) di Tunisia kembali menyingkap wajah gelap politik militer Israel yang selama ini beroperasi tanpa kendali moral maupun hukum. Serangan tersebut, yang disebut dilakukan atas restu Netanyahu, menambah panjang daftar tindakan brutal Israel terhadap misi kemanusiaan yang berupaya menembus blokade Gaza.

Menurut laporan Al Jazeera pada Sabtu (04/10/2025), pejabat intelijen Amerika Serikat kepada CBS News mengungkapkan bahwa pasukan Israel meluncurkan pesawat nirawak dari kapal selam dan menjatuhkan alat pembakar ke dua kapal yang berlabuh di Sidi Bou Said, Tunisia. Serangan itu menargetkan kapal berbendera Portugis dan Inggris, memicu kebakaran meski tak menimbulkan korban jiwa. Namun, tindakan tersebut jelas melanggar hukum humaniter internasional karena menggunakan senjata pembakar terhadap target sipil.

Ironisnya, baik militer Israel maupun kantor Netanyahu memilih bungkam, seolah kekerasan terhadap misi kemanusiaan adalah hal lumrah dalam agenda politiknya. Padahal, Global Sumud Flotilla bukanlah gerakan bersenjata. Mereka adalah konvoi sipil yang membawa bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza yang dikepung dan dilumpuhkan secara ekonomi oleh blokade Israel.

Sejak 31 Agustus lalu, sekitar 40 kapal sipil yang tergabung dalam GSF berlayar menuju Jalur Gaza membawa jurnalis, tenaga medis, dan aktivis dari berbagai negara, termasuk aktivis iklim Greta Thunberg. Mereka berangkat dengan satu tujuan: menyuarakan solidaritas dan mengantarkan bantuan bagi rakyat Gaza yang menderita akibat serangan berulang Israel.

Namun, perjalanan itu berubah menjadi mimpi buruk. Kapal-kapal GSF berkali-kali diserang dan diintimidasi, mulai dari perairan Yunani hingga Tunisia. Serangan menggunakan drone ini adalah puncak dari serangkaian aksi penindasan terhadap suara kemanusiaan dunia. Israel bahkan telah mencegat dan membajak puluhan kapal GSF sejak awal Oktober. Lebih dari 400 aktivis ditangkap dan dibawa ke Israel, termasuk Greta Thunberg.

Aksi itu bukan hanya pelanggaran hukum laut internasional, melainkan juga simbol arogansi negara bersenjata terhadap warga sipil tak berdaya. Israel menggunakan kekuatan militernya untuk menekan upaya solidaritas global yang mencoba menyalurkan empati kepada Palestina.

Kapal terakhir armada GSF, Marinette, yang sempat terus berlayar hingga Jumat (03/10/2025), juga berakhir tragis. Dalam siaran langsung di YouTube, pasukan Israel tampak menyerbu kapal itu sebelum siaran mendadak terputus. Insiden ini menjadi bukti nyata bahwa Israel tak segan menyerang bahkan mereka yang datang membawa pertolongan.

Dunia internasional tampak bungkam menghadapi serangan yang terang-terangan melanggar hukum tersebut. Tidak ada kecaman keras dari PBB atau negara-negara besar, seakan pelanggaran yang dilakukan Israel adalah hal wajar di bawah dalih keamanan nasional. Padahal, setiap serangan terhadap kapal sipil seharusnya dianggap sebagai tindakan teror negara yang pantas dikecam secara global.

Kini, pertanyaan besar menggantung di udara: sampai kapan dunia menutup mata terhadap kekejaman yang dilakukan dengan dalih mempertahankan negara? Jika benar Netanyahu menyetujui serangan itu, maka yang dipertontonkan bukan hanya kekuatan militer Israel, melainkan kebangkrutan moral sebuah bangsa yang telah kehilangan rasa kemanusiaan. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com