NUNUKAN – Operasi gabungan TNI dan Polri di wilayah perbatasan kembali menangkap seorang perempuan berinisial R (40) di Desa Mansalong, Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Dari tangannya, petugas menyita 10,7 gram sabu yang disembunyikan dalam baju daster di dinding rumah.
Namun di balik keberhasilan penangkapan ini, publik kembali dihadapkan pada kenyataan pahit: perbatasan Indonesia-Malaysia masih menjadi jalur empuk peredaran narkoba yang tak kunjung tertangani tuntas.
Kasi Humas Polres Nunukan Ipda Sunarwan menjelaskan, kasus bermula dari kecurigaan anggota Yonkav 13/SL di Pos Merah Putih terhadap aktivitas mencurigakan di rumah R. Setelah berkoordinasi dengan Kapolsek Lumbis, aparat melakukan penggeledahan dan menemukan tiga bungkus plastik berisi kristal putih.
“Personel melihat adanya aktivitas mencurigakan di salah satu rumah warga, kemudian berkoordinasi dengan Kapolsek Lumbis untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Sunarwan, Jumat (03/10/2025) malam.
Selain sabu, polisi menyita telepon genggam, sendok pipet, dan tisu yang diduga digunakan untuk mengonsumsi barang haram tersebut. Dalam pemeriksaan awal, R mengaku mendapatkan sabu dari RM, warga Desa Tanjung Hulu, yang kini kabur dan ditetapkan sebagai buron.
Meski aparat menyebut penangkapan ini sebagai bentuk keberhasilan sinergi TNI-Polri, namun pertanyaan muncul: sampai kapan perbatasan dibiarkan menjadi pintu masuk narkoba tanpa pengawasan efektif?
Kasus serupa terus berulang. Hampir setiap bulan, aparat mengumumkan penangkapan pelaku narkoba dengan pola yang sama warga kecil, barang bukti dalam hitungan gram, dan dalih “pengawasan diperketat.” Namun, penyelundupan dalam skala besar tetap lolos, memperlihatkan bahwa sistem pengawasan di garis depan negara masih lemah.
R, yang disebut-sebut hanya pengguna dan kurir kecil, kini dijadikan tersangka dan terancam hukuman berat. Sementara sosok RM, yang diduga menjadi pemasok, masih bebas di luar sana. Pola ini memperlihatkan ketimpangan penegakan hukum: yang tertangkap adalah mereka yang paling mudah ditangkap.
Sunarwan mengatakan, wilayah Lumbis memang rawan narkotika dan meminta masyarakat aktif melapor. “Kasus ini kembali membuktikan bahwa penyalahgunaan narkoba masih menjadi ancaman serius di wilayah perbatasan. Kami mengimbau masyarakat agar tidak ragu melapor jika mengetahui adanya aktivitas mencurigakan,” ujarnya.
Namun di lapangan, warga kerap mengaku takut melapor karena kurangnya perlindungan dan masih minimnya tindakan nyata setelah laporan disampaikan. Akibatnya, peredaran narkoba di perbatasan tak pernah benar-benar padam, hanya berpindah tangan dari satu pelaku ke pelaku lain.
Jika situasi ini terus dibiarkan, maka operasi “penangkapan kecil” hanya akan menjadi berita rutin yang menutupi kegagalan besar: lemahnya kedaulatan hukum dan pengawasan negara di perbatasan sendiri. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan