KOTAWARINGIN TIMUR – Seorang pria yang diduga mengalami gangguan jiwa diamankan tim gabungan di Perumahan Wengga Jaya Agung, Kelurahan Baamang Barat, Kecamatan Baamang. Peristiwa ini kembali membuka mata publik soal rapuhnya layanan kesehatan jiwa di daerah, yang sering kali baru bergerak setelah situasi berubah menjadi ancaman.
Tim gabungan yang terdiri atas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkar), Satpol PP, dan Dinas Sosial Kotim harus turun tangan setelah menerima laporan dari istri pria tersebut, Ermawati. Melalui layanan WhatsApp Emergency Damkar, Ermawati mengadukan perilaku suaminya yang sering mengamuk, merusak barang di rumah, dan membahayakan keluarga.
“Pelapor menyampaikan bahwa korban sering bertindak di luar kendali. Atas laporan itu kami segera berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Satpol PP untuk melakukan langkah penanganan,” ujar Plt Kepala Bidang Pemadaman, Penyelamatan, dan Sarpras Damkar Kotim, Hadi Suryani, Sabtu (04/10/2025).
Menurut laporan keluarga, kondisi kejiwaan pria itu berubah drastis setelah mengalami kecelakaan kerja empat tahun lalu yang berujung amputasi jempol tangan kanannya. Sejak itu, ia sering menunjukkan perilaku tidak stabil, namun tidak pernah mendapatkan penanganan medis berkelanjutan.
Sekitar pukul 19.44 WIB, tim tiba di lokasi dan berupaya menenangkan pria tersebut secara persuasif. Proses evakuasi berlangsung hingga lebih dari satu jam sebelum akhirnya pria itu berhasil diamankan dan dibawa ke RSUD dr. Murjani Sampit untuk mendapatkan perawatan dan pendampingan psikologis.
Seluruh proses berlangsung aman, meski membutuhkan upaya ekstra dari petugas. “Kami imbau masyarakat agar segera melapor bila mendapati kondisi semacam ini. Dengan penanganan cepat dan terkoordinasi, risiko terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan bisa diminimalisir,” kata Hadi.
Namun, di balik keberhasilan tim mengevakuasi korban, tersisa pertanyaan yang lebih besar: ke mana negara saat warga mengalami krisis mental bertahun-tahun sebelum akhirnya dianggap “mengancam”? Banyak kasus serupa di Kotim dan wilayah lain baru ditangani ketika sudah menimbulkan kekacauan. Sebelumnya, Damkar dan Dinas Sosial juga mengevakuasi beberapa orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang hidup dalam kondisi memprihatinkan, bahkan membawa senjata tajam di ruang publik.
Fenomena ini mengungkap fakta getir: layanan kesehatan jiwa masih minim, dan stigma terhadap ODGJ tetap tinggi. Warga sering kali takut atau malu melapor karena khawatir akan cibiran sosial. Padahal, gangguan mental bukan sekadar urusan pribadi, melainkan isu kemanusiaan dan kesehatan publik yang seharusnya ditangani secara sistematis.
Kepedulian instansi terhadap penanganan darurat memang penting, tetapi tanpa sistem dukungan pasca-evakuasi seperti rehabilitasi jangka panjang, layanan konseling keluarga, dan penyediaan rumah singgah penanganan seperti ini akan terus berulang. Orang dengan gangguan jiwa bukan masalah yang “diamankan”, melainkan manusia yang perlu dipulihkan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan