GAZA — Dalam langkah yang mengejutkan banyak pihak, kelompok bersenjata Hamas akhirnya menyatakan kesediaan membebaskan seluruh sandera Israel, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Keputusan ini diumumkan Jumat 03 Oktober 2025 dan dikaitkan langsung dengan proposal gencatan senjata yang diajukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Dalam pernyataannya, Hamas menegaskan dukungan terhadap “pembebasan semua tawanan pendudukan, baik yang masih hidup maupun jenazah yang telah meninggal,” serta kesiapan untuk melanjutkan negosiasi dengan mediator internasional. Mereka juga mengapresiasi “upaya Arab, Islam, dan internasional, serta upaya Presiden Trump.”
Langkah ini menandai pergeseran taktis Hamas setelah berbulan-bulan konflik bersenjata yang menelan ribuan korban di Gaza. Dalam proposal yang disusun Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, tercantum 20 poin utama yang mencakup penghentian serangan, pembebasan seluruh sandera, pelucutan senjata Hamas, serta jaminan agar warga Gaza tidak diusir dari wilayahnya.
Trump menilai kesediaan Hamas ini sebagai sinyal menuju “perdamaian abadi.” Dalam unggahan di Truth Social, ia menulis, “Israel harus segera menghentikan pengeboman Gaza agar kami dapat mengeluarkan para sandera dengan aman dan cepat!”
Namun, di lapangan, ketegangan belum surut. Tank-tank Israel masih terlihat di Jalan Talateeni dan kawasan Remal, Gaza, beberapa jam setelah pengumuman tersebut. Sementara itu, laporan Al Jazeera menyebut pemerintah Israel mulai mempertimbangkan perintah untuk menurunkan intensitas operasi ofensifnya.
Di Tel Aviv, tekanan publik meningkat. Pemimpin oposisi Yair Lapid menuntut pemerintah segera menanggapi rencana perdamaian itu. “Israel harus mengumumkan bahwa mereka akan bergabung dalam diskusi yang dipimpin oleh presiden untuk menyelesaikan detail kesepakatan,” tulisnya di platform X.
Selain membuka jalan bagi pertukaran sandera, Hamas juga mengusulkan pembentukan badan sipil independen yang akan memimpin Gaza pascaperang sebuah langkah yang dianggap sebagai sinyal kesiapan politik menuju stabilitas.
Bagi sebagian pengamat, persetujuan Hamas kali ini bukan sekadar isyarat damai, melainkan strategi diplomasi baru: menguji keseriusan Israel dan menempatkan tekanan moral pada Washington agar benar-benar mendorong gencatan senjata nyata, bukan janji kosong. []
Admin04
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan