SYDNEY – Seratus peluru berhamburan di jalanan kota yang selama ini dikenal aman dan tertib, Sydney. Minggu sore berubah menjadi mencekam ketika seorang pria berusia 60 tahun menembak secara membabi buta ke arah kendaraan dan pejalan kaki. Ironisnya, peristiwa ini terjadi di negara yang kerap dijadikan contoh dunia soal pengendalian senjata.
Sekitar 20 orang dilaporkan terluka akibat serangan brutal itu. Kepolisian New South Wales mengonfirmasi bahwa pelaku telah ditangkap dua jam setelah kejadian, dalam kondisi terluka dan kini dirawat di rumah sakit. “Kemungkinan ada sekitar 50 hingga 100 tembakan yang telah dilepaskan,” kata Pelaksana Tugas Kepala Kepolisian New South Wales, Stephen Parry, dikutip AFP, Senin (06/10/2025).
Meski pelaku sudah diamankan, publik Australia masih terguncang. Negara yang dikenal memiliki regulasi ketat senjata api ternyata tak sepenuhnya kebal dari ancaman kekerasan bersenjata. Pertanyaan besar pun mencuat: bagaimana seorang warga bisa menembakkan hingga seratus peluru di tengah kota yang terkenal dengan disiplin hukumnya?
Polisi kini tengah melakukan penyelidikan mendalam. Satu korban diketahui datang sendiri ke rumah sakit dengan luka tembak, sementara 19 orang lainnya dirawat akibat terkena pecahan peluru dan kaca. Seorang saksi mata bernama Tadgh mengatakan kepada stasiun televisi nasional ABC bahwa dirinya sedang menonton pertandingan rugby ketika mendengar suara tembakan. “Suaranya sangat keras dan terdengar suara ‘bang, bang, bang’, kilatan petir, percikan api, asap, dan sebagainya. Rasanya seperti di film, sungguh,” katanya.
Penembakan massal di Australia memang tergolong jarang terjadi, terlebih setelah tragedi Port Arthur tahun 1996 yang menewaskan 35 orang dan membuat pemerintah saat itu memberlakukan larangan ketat terhadap senjata otomatis dan semi-otomatis. Namun, insiden di Sydney membuktikan bahwa peluru bisa tetap menembus celah hukum dan kelengahan sosial.
Kritikus kebijakan publik di Australia menilai, peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi sistem keamanan dalam negeri. Banyak yang menyoroti lemahnya deteksi dini terhadap individu berisiko tinggi atau bermasalah mental yang masih bisa mengakses senjata api. Dalam konteks ini, Australia dihadapkan pada kenyataan pahit: hukum ketat tidak selalu sejalan dengan keamanan mutlak.
Masyarakat kini menunggu penjelasan resmi dari kepolisian mengenai asal senjata, motif pelaku, dan bagaimana peluru-peluru itu bisa lolos dari radar pengawasan. Seratus peluru yang ditembakkan bukan sekadar aksi brutal seorang pria berusia 60 tahun, tetapi juga simbol kegagalan sistem yang selama ini diyakini mampu mencegah tragedi semacam itu. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan