JAKARTA – Fenomena air kali di Jalan Artowijoyo, Serpong, Tangerang Selatan, yang tiba-tiba berubah menjadi merah, kembali menyingkap rapuhnya pengawasan lingkungan di wilayah urban yang gencar disebut “kota layak huni”. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel menduga warna merah pekat itu berasal dari limbah industri makanan, namun hingga kini sumber pastinya belum ditemukan.
Kepala Bidang Pengendalian, Pencemaran dan Pengawasan Lingkungan (PPKL) DLH Tangsel, Carsono, justru mengaku kebingungan menelusuri asal limbah tersebut. “Ada dua kemungkinan. Jadi dari pewarna makanan sama pewarna pakaian. Cuman saya bingung kalau pewarna pakaian emang di Tangsel ada industri tekstil? Nggak ada. Nah itu makanya saya ragu kalau terkait dengan pewarna pakaian,” ujarnya, Senin (06/10/2025).
Carsono menduga kuat sumber pencemar berasal dari industri kuliner, karena Tangsel memang dikenal sebagai daerah dengan aktivitas usaha makanan yang padat. “Kemungkinan pewarna makanan ini. Karena kalau Tangsel terkenalnya kulineran wilayahnya,” katanya.
Namun dugaan itu terasa lemah jika tanpa penelusuran serius. Hingga kini DLH Tangsel belum bisa memastikan lokasi sumber pembuangan limbah, sementara warga sudah resah melihat air kali berubah warna seperti darah. Video yang viral di media sosial menunjukkan air berwarna merah pekat mengalir tanpa ada tanda aktivitas di sekitar lokasi. Perekam video bahkan terdengar bertanya dengan nada khawatir, “Di Rawabuntu, ih serem banget. Apa ini ya kira-kira. Airnya jadi merah.”
Carsono hanya meminta warga untuk melapor jika menemukan sumber pencemaran. “Lapor aja ke 112 atau ke Dinas Lingkungan Hidup. Sampaikan aja, sumber titiknya ada di mana. Nanti kita turunkan tim pengaduan. Kita udah kerja sama dengan kewilayahan kok,” katanya.
Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan: mengapa inisiatif pengawasan justru dibebankan kepada warga, sementara DLH memiliki kewenangan dan perangkat teknis untuk mendeteksi pencemar? Fenomena serupa bukan kali pertama terjadi di kawasan Tangsel. Dalam beberapa tahun terakhir, warna air di sejumlah kali sempat berubah menjadi biru atau hitam pekat karena pembuangan limbah usaha kecil. Namun, sanksi terhadap pelaku nyaris tidak terdengar.
Ketiadaan tindakan tegas memperlihatkan lemahnya fungsi pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan di kota satelit Jakarta itu. Jika benar dugaan pewarna makanan, seharusnya pemerintah daerah dapat segera menelusuri pelaku melalui izin usaha kuliner yang beroperasi di sekitar lokasi. Transparansi hasil uji laboratorium dan tindak lanjut atas temuan itu menjadi kunci agar insiden serupa tak berulang.
Tangerang Selatan, yang digadang sebagai kota modern berwawasan lingkungan, kini kembali dihadapkan pada ironi: air sungai berubah merah, sementara instansi berwenang masih sibuk menebak-nebak penyebabnya. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan