Pasar Citra Tercoreng, Lapak Resmi Jadi Ladang Pungli

BONTANG – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di Pasar Taman Citra Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, membuka kembali persoalan klasik tentang lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aparatur tenaga kontrak. Kasus ini menyeret seorang Tenaga Kontrak Daerah (TKD) yang diduga memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan pribadi dari pedagang baru yang ingin mendapatkan lapak resmi.

Tiga pedagang yang merasa dirugikan melapor ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar pada Agustus 2025. Laporan tersebut kini tengah diproses kepolisian. Kepala UPT Pasar, Dinas Koperasi Usaha Mikro Perindustrian dan Perdagangan (Diskop-UKMPP) Bontang, Nurfaidah, membenarkan adanya laporan tersebut. “Memang yang dia incar itu pedagang baru yang belum punya lapak,” kata Nurfaidah, Minggu (05/10/2025).

Oknum TKD tersebut, menurut Nurfaidah, menipu para pedagang dengan iming-iming bisa mendapatkan lapak permanen di dalam pasar. Ia bahkan mencatut nama kepala UPT untuk memperkuat kepercayaannya di hadapan korban. “Bahkan sering membawa-bawa nama saya,” tegasnya.

Dari laporan yang diterima, tiga pedagang menjadi korban dengan nilai total pungutan mencapai Rp14 juta. Rinciannya, korban pertama membayar Rp8,5 juta untuk tiga lapak, korban kedua Rp2,5 juta, dan korban ketiga Rp3 juta. Ironisnya, pelaku bahkan menagih langsung ke rumah pedagang untuk mempercepat pembayaran.

Padahal, Nurfaidah menegaskan bahwa semua pembayaran lapak di Pasar Citra Lok Tuan hanya dapat dilakukan secara resmi di kantor UPT, bukan ke rekening pribadi siapa pun. “Saya ingatkan, tidak ada pembayaran ke rekening pribadi. Semua dilakukan di kantor,” ujarnya menegaskan.

Dalam praktik resmi, tarif retribusi telah ditetapkan: Rp2,5 juta untuk lapak kue, Rp3 juta untuk lapak sayur, dan Rp4,5 juta untuk lapak ikan basah. Namun, praktik lapangan menunjukkan betapa lemahnya sistem pengawasan di tubuh pemerintah daerah terhadap oknum tenaga kontrak.

Kasus ini makin menyorot kinerja pengawasan Diskop-UKMPP, karena pelaku ternyata bukan pertama kali melanggar. Ia diketahui sudah menerima Surat Peringatan Kedua (SP2) atas pelanggaran disiplin sebelumnya. Namun, alih-alih diberhentikan, ia tetap dibiarkan bertugas hingga akhirnya kembali berulah.

Lebih jauh, kasus ini berbalik menyeret nama Nurfaidah ke pusaran tuduhan di media sosial. Dua akun Facebook berinisial NTB dan ES menuding pihak UPT turut terlibat dalam praktik pungli, tanpa menyertakan bukti yang jelas.

“Postingan itu menyudutkan tanpa dasar yang jelas. Mereka menulis seolah-olah saya ikut terlibat dalam pungli itu. Saya ingin meluruskan berita miring yang beredar di media sosial,” ujar Nurfaidah. Ia pun berencana melaporkan kedua akun tersebut ke kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik.

Kejadian ini memperlihatkan dua sisi persoalan: lemahnya sistem pembinaan tenaga kontrak dan rentannya reputasi pejabat publik terhadap tuduhan liar di ruang digital. Jika aparat pengawasan tidak bekerja serius, pasar rakyat yang seharusnya menjadi ruang ekonomi warga justru bisa menjadi ladang pungli yang dibiarkan tumbuh oleh kelalaian birokrasi. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com