BANJARBARU – Tragis sekaligus menyayat hati. Seorang pria berusia 52 tahun, berinisial AR, ditemukan tewas tergantung di belakang rumahnya di kawasan Kelurahan Palam, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Senin (06/10/2025) petang. Namun yang lebih memprihatinkan, kematian AR seakan menjadi cermin betapa lemahnya perhatian terhadap penderita penyakit kronis dan kesehatan mental masyarakat menengah ke bawah.
Kasi Humas Polres Banjarbaru, Ipda Kardi Gunadi, membenarkan peristiwa tersebut. “Diduga AR mengakhiri hidupnya karena depresi dan tidak kuat lagi menahan sakit akibat penyakit gagal ginjal yang diderita,” katanya.
Jasad AR pertama kali ditemukan oleh tetangganya setelah sang anak panik mencari keberadaan ayahnya yang tak kunjung muncul. Setelah melakukan pencarian, warga mendapati AR tergantung di area belakang tempat pengisian air galon rumahnya dalam kondisi sudah tak bernyawa.
Menurut keterangan istri korban, AR telah lama berjuang melawan penyakit gagal ginjal dan kerap menjalani cuci darah. Dalam sepekan terakhir, ia juga mengeluh nyeri hebat di ulu hati hingga merasa tak sanggup lagi menahan rasa sakit.
Ironisnya, peristiwa ini menunjukkan bahwa isu kesehatan mental pada pasien penyakit kronis masih belum tertangani serius. Tak sedikit penderita gagal ginjal yang kelelahan secara fisik maupun mental akibat proses pengobatan panjang dan biaya yang tak sedikit. Namun, fasilitas pendampingan psikologis maupun dukungan sosial sering kali luput dari perhatian pemerintah daerah.
Alih-alih mengurai akar persoalan dan memperkuat layanan kesehatan jiwa di fasilitas publik, tragedi seperti ini kerap hanya berakhir dengan pernyataan singkat aparat: “Diduga depresi.” Padahal, depresi tak muncul tiba-tiba—ia tumbuh dari kesepian, tekanan ekonomi, dan sistem yang tak berpihak pada mereka yang sakit dan miskin.
Pihak keluarga menolak jasad korban dibawa ke rumah sakit dan membuat surat penolakan untuk dilakukan visum maupun otopsi. Warga sekitar membantu proses pemakaman secara sederhana malam itu juga.
Tragedi AR menjadi alarm bagi Pemkot Banjarbaru dan Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan agar tak hanya fokus pada pengobatan fisik, tetapi juga memperhatikan aspek mental pasien penyakit berat. Kematian seperti ini seharusnya tak hanya dicatat sebagai “dugaan bunuh diri”, tetapi juga sebagai kegagalan sistem dukungan sosial yang tak mampu menyelamatkan warganya dari keputusasaan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan