SUMATERA BARAT – Kebijakan yang semestinya lahir dari musyawarah justru muncul sepihak di SDN 06 Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Sekolah negeri tersebut memberlakukan iuran tetap sebesar Rp20.000 per bulan dari setiap wali murid untuk membayar gaji guru honorer.
Yang menjadi sorotan, keputusan itu tidak melalui diskusi terlebih dahulu dengan para wali murid. Kebijakan diumumkan begitu saja dalam rapat tanpa adanya ruang untuk keberatan atau usulan. Bahkan, sekolah menyediakan buku tagihan pembayaran per bulan yang dipegang pihak sekolah sebagai bukti pencatatan iuran, menegaskan bahwa pungutan telah berjalan rutin.
“Waktu rapat kami hanya diberitahu, bukan diajak bicara dulu. Keputusannya sudah jadi,” ungkap salah satu wali murid yang meminta identitasnya tidak disebut kepada media ini, Rabu (08/10/2025).
Awalnya, kebijakan tersebut diberlakukan Rp20 ribu per siswa, sehingga bagi wali murid yang memiliki lebih dari satu anak di sekolah yang sama, beban menjadi berlipat. Setelah muncul keberatan, pihak sekolah akhirnya mengubah ketentuan menjadi Rp20 ribu per wali murid. Namun, kebijakan yang disebut “sementara” itu justru telah berjalan dan dibayarkan dua kali oleh para wali murid. Artinya, meski tanpa dasar kesepakatan formal, iuran sudah terlanjur dipungut.
Beberapa orang tua mengaku tidak keberatan membantu guru honorer, tetapi menyayangkan cara pengambilan keputusan yang dianggap terburu-buru dan tanpa transparansi.
“Kami paham guru honorer butuh penghasilan, tapi seharusnya sekolah bicara dulu. Jangan langsung menetapkan begitu saja,” ujar wali murid lainnya.
Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan tentang komitmen pemerintah terhadap pendidikan gratis, sebab SDN 06 Lubuk Jantan merupakan sekolah negeri di bawah tanggung jawab pemerintah daerah. Dalam kondisi ideal, pendanaan untuk tenaga pendidik, termasuk guru honorer, seharusnya ditanggung negara, bukan dibebankan ke orang tua murid.
Pengamat pendidikan di daerah menilai praktik seperti ini adalah bentuk “swastanisasi terselubung” sekolah negeri, di mana tanggung jawab pemerintah perlahan dialihkan ke masyarakat dengan dalih keterbatasan anggaran. Penggunaan buku tagihan yang dikelola sekolah juga menimbulkan kesan formalitas pungutan yang memaksa wali murid membayar, meski belum ada dasar hukum jelas.
Sampai berita ini ditulis, belum ada penjelasan resmi dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Tanah Datar terkait dasar hukum dan mekanisme penetapan iuran tersebut. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan