BONTANG – Kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Pasar Citra Loktuan, Kecamatan Bontang Utara, Kalimantan Timur, akhirnya terkuak, namun menyisakan pertanyaan serius soal pengawasan internal dan akuntabilitas pegawai. Pelaku, seorang Tenaga Kontrak Daerah (TKD) berinisial HN, diketahui memanfaatkan ketidaktahuan pedagang baru untuk memungut biaya lapak secara ilegal.
Bhabinkamtibmas Kelurahan Loktuan, Aiptu Bambang Sumantri, menegaskan, Selasa (06/10/2025), pelaku mengaku bergerak sendiri dengan alasan ekonomi. “Orang itu mengakui perbuatannya dan bergerak sendiri. Alasannya karena ekonomi. Tapi tetap, pungli tidak bisa dibenarkan. Uang yang diambil saya minta dikembalikan,” ujarnya.
Korban, tiga pedagang baru, terdiri dari dua pedagang kue dan satu pedagang soto, sempat menumpang di lapak pedagang lain sebelum ditarik biaya oleh HN. Pelaku bahkan mencatut nama Kepala UPT Pasar untuk meyakinkan mereka. Modus ini menegaskan lemahnya pengawasan internal dan kurangnya pemahaman pedagang tentang jalur resmi administrasi pasar.
Kasus ini terungkap setelah pedagang yang membayar namun tidak mendapatkan lapak melapor ke pihak UPT. Kepala UPT Pasar, Diskop-UKMPP Bontang, Nurfaidah, menegaskan Selasa (06/10/2025), HN telah dipecat dan dilaporkan ke polisi. “Biar ada efek jera. Saya juga merasa dirugikan karena nama saya ikut dibawa-bawa,” katanya.
Total kerugian korban dilaporkan mencapai Rp14 juta, dengan besaran pungutan bervariasi antara Rp2,5 juta hingga Rp3 juta per lapak, tergantung jenis dagangan. Nurfaidah menekankan bahwa seluruh pembayaran retribusi pasar harus dilakukan melalui kantor UPT secara resmi, bukan melalui rekening pribadi atau perorangan.
Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif lapak resmi: untuk pasar tipe B seperti Pasar Taman Rawa Indah dan Taman Citra Loktuan, kios kelas 1 Rp6 juta, kios kelas 2 Rp5 juta, kios kelas 3 Rp4 juta; los dan pelataran memiliki tarif berbeda sesuai kelas. Hal ini menegaskan bahwa pungutan HN sama sekali tidak memiliki dasar hukum.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa ketidakjelasan mekanisme internal dan lemahnya pengawasan pegawai pasar membuka celah pungli, dan korban sering kali harus mengambil inisiatif menuntut hak mereka sendiri. Apabila tidak ada tindakan tegas dan sistem kontrol yang diperketat, praktik serupa berpotensi kembali terjadi di masa depan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan