Uang Rakyat Raib, ASN Bermain di Balik Surat Palsu Dinas

BONTANG – Dugaan penipuan bermodus Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif yang menyeret oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang menjadi tamparan keras bagi sistem pengawasan internal birokrasi. Kasus ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi juga mencerminkan lemahnya kontrol dan transparansi di tubuh pemerintahan daerah.

Seorang ASN yang bertugas di Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskop-UKMPP) Bontang diduga menjadi dalang dalam kasus yang menimbulkan kerugian korban lebih dari Rp1 miliar. SPK fiktif tersebut digunakan untuk memuluskan proyek palsu yang seolah-olah resmi dari dinas.

Kapolres Bontang AKBP Widho Anriano melalui Kasat Reskrim AKP Randy Anugrah Putranto membenarkan adanya laporan tersebut. “Modusnya SPK palsu. Pelapor dan pejabat dinas terkait akan dimintai keterangannya,” ujar Randy, Rabu (08/10/2025).

Namun di balik proses hukum yang tengah berjalan, publik justru menyoroti kelengahan sistem pengawasan Pemkot. Bagaimana mungkin dokumen resmi seperti SPK bisa dipalsukan tanpa terdeteksi sejak awal? Mengapa pula verifikasi berlapis yang seharusnya dilakukan oleh bagian administrasi dan keuangan bisa ditembus dengan mudah?

Menurut Randy, kasus ini berawal ketika korban menerima dokumen SPK untuk pelaksanaan kegiatan di Diskop-UKMPP pada tahun 2025. Korban kemudian menjalankan pekerjaan sesuai isi surat tersebut. Namun setelah proyek rampung, pembayaran senilai Rp1 miliar tak kunjung dibayarkan. Belakangan terungkap, SPK itu tak tercatat dalam sistem dinas alias palsu.

“Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Kami sedang mengumpulkan bukti dan memverifikasi dokumen yang diajukan oleh pelapor,” tambah Randy.

Tragisnya, kejadian semacam ini bukan kali pertama mencoreng wajah Pemkot Bontang. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kasus proyek fiktif juga muncul, menandakan pola kejahatan yang nyaris serupa: memanfaatkan celah birokrasi dan kepercayaan publik terhadap nama institusi pemerintah.

Sementara itu, Plt Kepala Diskop-UKMPP Bontang, Asdar Ibrahim, mengaku baru mengetahui kasus tersebut beberapa hari terakhir. “Saya baru menjabat Plt, jadi belum tahu detail kasus ini. Kalau memang sedang berproses hukum, biarkan berjalan. Kami serahkan ke kepolisian,” ujarnya.

Pernyataan itu justru memperkuat dugaan bahwa sistem administrasi di dinas tersebut berjalan tanpa kontrol yang memadai. Seorang pimpinan seharusnya memiliki akses langsung terhadap seluruh dokumen kegiatan, apalagi menyangkut keuangan publik. Sikap lepas tangan semacam ini dinilai memperburuk citra birokrasi yang seharusnya melayani masyarakat dengan integritas.

Kasus SPK fiktif ini bukan hanya soal satu ASN yang nakal, tetapi sinyal bahaya bagi Pemkot Bontang untuk segera membenahi tata kelola internal. Tanpa audit menyeluruh dan pengawasan yang ketat, kasus serupa hanya tinggal menunggu waktu untuk terulang kembali.

Masyarakat kini menantikan langkah nyata, bukan sekadar pernyataan normatif. Sebab setiap rupiah yang hilang akibat kebobrokan sistem birokrasi, sejatinya adalah uang rakyat. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com