BANJARMASIN — Kota Seribu Sungai tampaknya juga layak disebut Kota Seribu Kebakaran. Meski musim hujan sudah datang sejak September, ancaman si jago merah belum juga padam. Ironisnya, fasilitas vital seperti hidran yang seharusnya menjadi penyelamat pertama justru banyak yang mati suri.
Puluhan titik hidran tersebar di berbagai lokasi kota, namun sebagian besar tidak berfungsi. Air tak keluar, pipa berkarat, dan sambungan rusak. Bahkan, kabarnya hidran yang berdiri megah di depan Balai Kota saja “byar pet”.
“Bahkan kabarnya, hidran yang tepat berada di depan Balai Kota saja byar pet,” ungkap Anggota DPRD Kota Banjarmasin, Faisal Hariyadi, Kamis (09/10/2025).
Faisal, yang juga relawan pemadam kebakaran, menyebut kondisi ini sudah lama dikeluhkan petugas lapangan dan masyarakat. “Beberapa warga menyampaikan ke saya, mereka berharap pemko bisa mengaktifkan kembali hidran-hidran yang sudah ada. Ini kebutuhan mendesak,” tegasnya.
Faisal memastikan persoalan ini akan dibawa ke meja pembahasan anggaran DPRD. Namun publik menilai, janji semacam ini sudah berulang kali terdengar tanpa bukti nyata. Di lapangan, petugas pemadam sering kali terpaksa mencari air dari parit atau kolam warga saat api sudah membesar sebuah gambaran klasik gagalnya tata kelola mitigasi kebakaran kota.
Politikus PAN itu juga mengusulkan agar pemerintah membangun sumur darurat di kawasan padat penduduk yang tidak memiliki akses hidran. “Ini usul dari masyarakat juga. Di kawasan yang tidak ada hidran, sumur ini bisa jadi alternatif penting,” jelasnya.
Namun, usulan alternatif seperti ini hanyalah tambal sulam. Akar persoalan tetap tak tersentuh: minimnya pemeliharaan fasilitas publik dan lemahnya tanggung jawab pemerintah dalam menjamin keselamatan warganya.
Kenyataan pahitnya, musim hujan tidak menjamin Banjarmasin bebas dari kobaran api. Kebakaran bisa terjadi kapan saja karena korsleting listrik, kelalaian manusia, atau karena hidran yang tak lagi berfungsi.
“Jangan nunggu musim kemarau baru repot. Pencegahan dan kesiapan harus jalan sepanjang tahun,” tandas Faisal.
Namun pertanyaannya: berapa lama lagi warga harus menunggu sebelum pemerintah benar-benar sadar bahwa air yang tidak keluar dari hidran bisa berarti nyawa yang tidak terselamatkan? []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan