Bencana Rutin, Mitigasi Tak Pernah Jalan

TARAKAN – Malam yang seharusnya menjadi waktu istirahat warga Tarakan justru berubah menjadi malam penuh teror. Hujan deras disertai angin kencang dan petir pada Rabu malam (08/10/2025) menyapu Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Pohon tumbang, rumah ambruk, dan atap gedung beterbangan. Namun yang lebih memprihatinkan bukan hanya badai alam, melainkan badai kelalaian yang terus berulang tanpa solusi nyata dari pemerintah kota.

Laporan-laporan bertebaran di grup WhatsApp Info Bencana Tarakan. Dari Jalan Mulawarman, Slamet Riyadi, Sesanip, Amal Baru, Kamboja, hingga Juata Kerikil dan Mamburungan nyaris tak ada sudut kota yang tak terkena dampak. Akar persoalannya bukan semata angin kencang, tapi lemahnya sistem antisipasi dan minimnya perawatan infrastruktur pohon serta drainase kota.

Kepala DLH Tarakan, Andry Rawung, mengakui bahwa sejumlah pohon tumbang juga terjadi di wilayah Skip Kampung 1, tepat di sebelah lapangan Imbaya, Perumahan Pemkot Tarakan.

Sementara itu, BPBD Tarakan masih melakukan pendataan titik-titik kejadian. Namun ironisnya, setiap bencana datang, reaksi pemerintah selalu sama: pendataan, pemotongan pohon, dan imbauan gotong royong. Padahal, tindakan pencegahan jauh lebih penting daripada sekadar “bergerak setelah tumbang”.

“Untuk korban (pemilik rumah) dievakuasi tetangganya,” ujar Kasi Ops Basarnas Tarakan, Dede Hariana, mewakili Kepala Kantor SAR Tarakan. Fakta bahwa evakuasi awal dilakukan oleh warga menunjukkan masih lemahnya kesiapan instansi penanggulangan bencana.

Lurah Sebengkok, Aji Dedy, bahkan menginstruksikan RT setempat untuk memantau wilayah masing-masing dan mengerahkan warga gotong royong menanggulangi bencana. “Sembari menunggu tim BPBD Tarakan, karena banyak wilayah terdampak. Dilaporkan juga tadi malam beberapa titik banjir dan banyak kabel listrik terputus,” ujarnya.

Namun, pernyataan itu justru menegaskan masalah utama: warga dibiarkan jadi garda terdepan setiap kali bencana datang, sementara sistem mitigasi pemerintah tetap tertinggal. Setiap tahun bencana silih berganti dari banjir, longsor, hingga pohon tumbang  tapi strategi pencegahan tak pernah benar-benar berubah.

BPBD dan DLH Tarakan seolah hanya muncul ketika reruntuhan sudah berserakan. Pemangkasan pohon dilakukan setelah menimpa, bukan sebelum bahaya datang. Drainase diperbaiki setelah rumah tergenang, bukan ketika hujan baru di ambang pintu.

Sudah waktunya Tarakan berhenti “menyapu setelah badai”. Pemerintah harus mulai membangun sebelum angin datang. Sebab, yang roboh bukan hanya pohon dan rumah, tapi juga wibawa pemerintah yang tak kunjung belajar dari pengalaman. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com