HULU SUNGAI SELATAN – Warga Desa Parigi, Kecamatan Daha Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), digemparkan dengan penemuan seorang ibu dan anaknya yang meninggal di dalam rumah, Kamis (09/10/2025) siang. Namun di balik keheningan tragedi itu, muncul pertanyaan besar: mengapa seorang ibu dengan riwayat gangguan kejiwaan bisa dibiarkan sendirian tanpa pengawasan, hingga berujung maut?
Korban, MA, ditemukan tak bernyawa dengan seutas tali di leher bersama anak laki-lakinya yang masih berusia 1,8 tahun. Warga setempat mengaku sempat melihat korban sebelumnya berjalan bersama sang anak dan bahkan sempat berada di sungai menaiki perahu. Salah satu warga sempat meminta korban naik ke darat sekitar pukul 12.00 WITA, namun tak disangka beberapa jam kemudian ia ditemukan tewas di rumah kontrakannya.
“Biasanya berjalan dengan anak tadi atau sama suami, kalau suami sedang di rumah,” ujar Novita, teman korban sekaligus Kader Pembangunan Manusia (KPM) Desa Parigi, yang juga rutin membantu korban dalam pengobatan kejiwaannya.
Menurut Novita, MA memang memiliki riwayat gangguan kejiwaan yang kambuhan. Ia dikenal tertutup dan jarang bersosialisasi, lebih banyak menghabiskan waktu bersama suami dan anaknya. Namun pada hari kejadian, ia memilih kembali ke rumah kontrakannya sendiri meski keluarga sudah meminta untuk tinggal di rumah kerabat.
“Pihak keluarga sudah memanggil agar naik ke atas, tetapi dia tidak mau tinggal di rumah kerabat tadi, lebih memilih pulang ke rumah sendiri,” jelasnya.
Tragedi ini menimbulkan kritik terhadap lemahnya perhatian sosial dan medis terhadap penderita gangguan mental di pedesaan. Pengawasan terhadap pasien gangguan jiwa masih minim, sementara keluarga sering kali dibiarkan menangani sendiri tanpa dukungan tenaga kesehatan atau sistem pemantauan dari instansi terkait.
Kepolisian dari Polres HSS yang menyelidiki kasus tersebut memastikan tidak ada tanda kekerasan pada tubuh korban. “Hasil penyelidikan ditemukan luka bekas ikatan tali pada leher, tetapi dipastikan tidak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh,” ujar Kasi Humas Polres HSS, AKP Purwadi, mewakili Kapolres AKBP Muhammad Yakin Rusdi.
Meski polisi menyebut kasus ini bukan tindak pidana, publik mempertanyakan sejauh mana sistem perlindungan sosial bekerja untuk mencegah tragedi seperti ini. Kasus MA menyoroti celah besar dalam penanganan kesehatan mental masyarakat, terutama bagi perempuan dan ibu rumah tangga di pedesaan yang rentan terisolasi.
Pihak keluarga menolak otopsi dan menyebut peristiwa ini sebagai musibah. Prosesi pemakaman dilakukan malam itu juga di TPU Desa Parigi, dihadiri keluarga, kepala desa, dan warga sekitar. Namun bagi banyak orang, kisah ini tak berhenti di liang kubur ini adalah cermin nyata lemahnya dukungan sosial terhadap warga dengan gangguan mental yang dibiarkan berjuang sendiri. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan