Guru Bertaruh Nyawa, Pemerintah ke Mana?

KOTAWARINGIN TIMUR – Sebuah video berdurasi 27 detik yang memperlihatkan perjuangan sekelompok guru di Desa Terantang, Kecamatan Seranau, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menyeberangi jembatan nyaris ambruk demi tugas mengajar, viral di media sosial. Namun di balik aksi heroik itu, tersimpan ironi pahit: infrastruktur dasar di wilayah pendidikan justru dibiarkan nyaris runtuh tanpa solusi nyata dari pemerintah.

Dalam video yang diunggah akun Facebook Ernawati, tampak para guru dengan hati-hati menuntun sepeda motor di atas potongan kayu yang dijadikan jembatan darurat. Mereka saling berpegangan, menjaga keseimbangan, dan berjuang meniti kayu rapuh yang bisa patah kapan saja.

“Perjuangan bapak ibu guru yang ada di pinggir kota. Tepatnya di Desa Terantang menuju Batuah,” tulis Ernawati dalam unggahan yang kini telah dibagikan ribuan kali dan menuai ribuan komentar warganet.

Salah seorang guru berinisial AR mengaku video itu direkam tanpa niat viral. “Sebenarnya video itu cuma iseng-iseng saja, kami mau memperlihatkan pengalaman kami hari itu. Tapi setelah dibagikan di media sosial, mungkin ada yang unggah ke Facebook sampai akhirnya viral,” ujarnya, Jumat (10/10/2025).

Namun, viralnya video itu membuka mata publik tentang realitas getir dunia pendidikan di pedesaan. “Kalau tidak segera diperbaiki, bisa-bisa nanti ada yang jatuh. Setiap hari anak-anak sekolah dan warga lewat sini. Kami cuma berharap ada jembatan yang aman dan permanen,” harap AR.

Kondisi jembatan tersebut, menurut AR, sudah lama rusak dan hanya dibangun secara swadaya oleh masyarakat. “Benar, itu video kami saat mau ke acara KKG di SDN 1 Batuah. Jembatan itu memang sudah rusak sejak lama, karena hanya dibangun swadaya masyarakat dan tidak permanen,” katanya.

Ia menambahkan, jembatan penghubung dua desa itu kini hanya tersisa beberapa batang kayu penyangga. “Pagi masih bisa lewat, tapi waktu pulang kondisinya sudah parah sekali. Memang dari awal sudah kelihatan mau roboh,” ucapnya.

Tak hanya jembatan, jalan menuju Desa Batuah pun memprihatinkan.
“Kalau musim hujan, motor sering oleng karena licin. Jalannya cuma tanah merah, belum diaspal sama sekali. Dari Desa Batuah sampai Terantang itu sekitar 10 kilometer belum ada aspal,” terang AR.

Warga menilai, apa yang viral itu bukan sekadar kisah pengorbanan guru, tetapi bukti nyata ketimpangan pembangunan yang selama ini diabaikan. Jalan tanah yang belum beraspal, jembatan yang hampir roboh, dan ketiadaan perhatian pemerintah menciptakan potret kelam akses pendidikan di daerah pedalaman.

Di media sosial, warganet banyak memuji semangat para guru, namun tak sedikit pula yang menyindir keras pemerintah daerah. “Guru-guru ini pejuang sejati. Tapi di mana para pejabat yang sering bicara soal pemerataan pendidikan?” tulis salah satu komentar warganet.

Ironisnya, potret perjuangan seperti ini bukan yang pertama di Kotim. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah video serupa kerap muncul mulai dari siswa belajar di gubuk, guru menyeberangi sungai tanpa jembatan, hingga kegiatan belajar di tempat terbuka. Namun, janji perbaikan selalu berhenti di tataran wacana.

Jika perjuangan guru harus terus bertaruh nyawa untuk sampai ke sekolah, maka masalah sebenarnya bukan pada semangat pengajar, melainkan pada sistem pembangunan yang gagal menjangkau pelosok. Pendidikan di daerah tidak seharusnya bergantung pada viralitas media sosial untuk mendapatkan perhatian. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com