MALINAU – Penangkapan seorang kurir sabu berinisial DK di Desa Sesua, Kecamatan Malinau Barat, Kalimantan Utara, kembali menyoroti rapuhnya pengawasan jalur darat perbatasan yang kerap dijadikan jalur favorit penyelundupan narkoba lintas provinsi. Ironisnya, tersangka yang kini diamankan aparat justru merupakan buronan lama dari wilayah Kutai Timur, Kalimantan Timur sebuah fakta yang memunculkan pertanyaan serius tentang koordinasi aparat penegak hukum antarwilayah.
DK dibekuk aparat gabungan Satgas Pamtas Yon Armed 4/Parahyangan bersama Satresnarkoba Polres Malinau, Senin (06/10/2025). Saat diamankan, tersangka membawa 10 paket sabu seberat total 506,8 gram yang disamarkan dalam kotak camilan dan disembunyikan di laci mobil. Namun di balik keberhasilan ini, muncul kritik: bagaimana mungkin seorang buronan bisa bebas melintasi provinsi dan masih sempat menjalankan peran sebagai kurir?
“Kami menerima informasi adanya dugaan penyelundupan sabu di Kecamatan Malinau Barat. Bersama Satresnarkoba kami berkoordinasi, dan berkat kerja sama tim penyelundupan bisa digagalkan,” ujar Dansatgas Pamtas Yon Armed 4/Parahyangan, Letkol Arm Januar Idrus, Jumat (10/10/2025).
Pernyataan itu patut diapresiasi, namun juga menyingkap sisi lain penegakan hukum: aparat baru bergerak setelah ada laporan intelijen, bukan karena sistem deteksi dini yang kuat. Celah inilah yang terus dimanfaatkan jaringan narkotika, terutama di daerah-daerah perbatasan yang minim patroli dan pengawasan.
Sementara itu, Kasat Resnarkoba Polres Malinau, Iptu Filiari Notari, membenarkan bahwa DK adalah buronan Polsek Muara Wahau, Kutai Timur.
“Setelah kita cek, tersangka ini statusnya DPO di Polsek Wahau untuk kasus serupa,” katanya.
Hasil pemeriksaan menunjukkan, sabu tersebut dijemput di wilayah Malinau untuk dikirim ke Muara Wahau. DK mengaku hanya bertugas sebagai kurir yang menerima bayaran setelah pengiriman berhasil. Pola pengiriman dilakukan dengan sistem drop point, yaitu pengantaran tanpa kontak langsung antara pengendali dan kurir.
Sistem ini menunjukkan bagaimana jaringan narkotika semakin canggih dan adaptif terhadap pola penegakan hukum, sementara aparat sering kali hanya berperan reaktif, bukan preventif.
Kini, Polres Malinau berkoordinasi dengan Polres Kutai Timur untuk menelusuri jaringan lebih luas. Namun, kasus ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah dan aparat keamanan agar tidak sekadar bangga dengan keberhasilan penangkapan, melainkan mengevaluasi kelemahan sistemik di jalur darat yang terus dieksploitasi.
Bila buronan bisa bebas keluar-masuk provinsi dan masih sempat membawa setengah kilogram sabu, maka persoalannya bukan lagi pada kurir, tapi pada celah pengawasan dan lemahnya sinergi antarwilayah penegak hukum. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan