TANA TIDUNG – Pekerjaan fisik program TMMD ke-126 Kodim 0914/Tana Tidung di Desa Limbu Sedulun, Kecamatan Sesayap, kembali dilanjutkan pada Jumat (10/10/2025). Namun di balik semangat gotong royong yang digaungkan, publik patut bertanya: mengapa infrastruktur dasar seperti jalan desa masih harus mengandalkan program militer, bukan pembangunan reguler dari pemerintah daerah?
Kegiatan grading atau perataan badan jalan sepanjang 480 meter dengan lebar 10 meter itu menjadi simbol keberlanjutan kerja TMMD yang diharapkan mampu membuka akses desa terisolasi. Meski demikian, fakta bahwa perataan tanah sederhana memerlukan intervensi TNI menyingkap celah mendalam dalam sistem pembangunan daerah yang seharusnya ditangani oleh dinas teknis sipil.
Komandan Satgas TMMD ke-126, Letkol Arm R. Florensius Ferdian Ricarda, mengatakan, pekerjaan berjalan sesuai rencana meskipun kondisi cuaca tidak selalu mendukung.
“Kami pastikan setiap tahapan berjalan sesuai rencana. Meskipun cuaca kadang kurang mendukung, semangat anggota Satgas dan masyarakat tetap tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan ini,” ujarnya kepada.
Namun, pernyataan itu justru menyoroti ketergantungan struktural terhadap TMMD yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Program ini memang membantu masyarakat pedesaan, tetapi sering kali menjadi solusi sementara atas kelambanan pemerintah daerah dalam menuntaskan infrastruktur dasar.
Letkol Ferdian menyebut, partisipasi warga menjadi bagian penting dari semangat Manunggal Bersama Rakyat, TNI Kuat. “Sinergi TNI dan masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan TMMD. Kami optimistis pekerjaan ini dapat diselesaikan tepat waktu dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat,” katanya.
Namun dalam konteks pembangunan sipil, semangat gotong royong tak bisa menggantikan kewajiban negara menyediakan akses jalan yang layak. Grading jalan sepanjang setengah kilometer seharusnya menjadi pekerjaan rutin dinas pekerjaan umum, bukan sebuah peristiwa besar yang baru bisa terealisasi lewat operasi militer nonperang.
Menurut data Satgas, progres pekerjaan baru mencapai 8 persen. Pengerjaan dilakukan bertahap dengan bantuan alat berat dan tenaga warga. “Pekerjaan grading ini dilakukan dengan ketelitian tinggi agar hasilnya maksimal dan bisa segera berlanjut ke tahap berikutnya,” tutupnya.
Namun masyarakat tampaknya menaruh harapan besar agar proyek ini tidak berhenti di perataan tanah saja. Karena tanpa pengerasan, drainase, dan pemeliharaan jangka panjang, jalan tersebut akan kembali rusak saat musim hujan.
Dengan demikian, TMMD kali ini seakan menjadi tambalan atas kelambanan birokrasi daerah, bukan solusi permanen. Program TNI patut diapresiasi karena menyentuh kebutuhan dasar rakyat, namun justru menunjukkan bahwa masih ada “lubang tanggung jawab” di institusi sipil yang seharusnya berperan utama dalam pembangunan infrastruktur desa. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan