SAMARINDA – Ketika pangan instan kian menguasai meja makan masyarakat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) justru memilih melawan arus. Lewat program Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA), Kaltim berupaya mengembalikan selera masyarakat kepada bahan pangan lokal yang kian terpinggirkan.
Langkah itu diwujudkan dalam Lomba Kreasi Menu B2SA Non Beras dan Non Terigu, yang digelar di Gedung Olah Bebeya, Kompleks Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda, Sabtu (11/10/2025). Tak sekadar lomba, acara ini menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi nasi dan tepung terigu yang membuat masyarakat lupa akan kekayaan alamnya sendiri.

Peserta datang dari berbagai kalangan mulai dari organisasi perangkat daerah (OPD), tim PKK kabupaten/kota, hingga organisasi perempuan di bawah naungan BKOW. Mereka memamerkan kreativitas dalam mengolah singkong, jagung, dan umbi-umbian menjadi menu sehat nan menggoda.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, yang hadir langsung membuka kegiatan, menegaskan bahwa gerakan ini bukan sekadar soal memasak, tetapi juga menyangkut masa depan generasi.
“Angka stunting di Kaltim masih di kisaran 22 persen. Karena itu, kolaborasi antara OPD dan tim penggerak PKK sangat penting agar penurunan angka stunting dapat tercapai,” ujar Seno dalam sambutannya, Sabtu (11/10/2025).
Seno menilai, ketahanan pangan bukan hanya urusan pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama. Ia menyoroti gaya hidup masyarakat yang mulai bergantung pada pangan impor dan mengabaikan hasil bumi sendiri.
“Melalui lomba ini, kita menggali kreativitas ibu-ibu dan pelaku UMKM agar bisa menciptakan menu bergizi sekaligus bernilai ekonomi. Dengan begitu, gizi anak meningkat dan ekonomi keluarga pun tumbuh,” kata Seno.
Pemerintah Provinsi, lanjutnya, siap memfasilitasi pelatihan, pemasaran, hingga dukungan modal bagi daerah yang serius mengembangkan produk pangan lokal. “Semangat berkreasi harus terus dijaga. Ini bagian dari kontribusi nyata untuk mengangkat martabat pangan lokal,” tutur Seno, pria kelahiran Semarang, 1971 itu.
Ia juga mengingatkan bahwa kemandirian pangan daerah adalah kunci kedaulatan bangsa. Pemanfaatan bahan pangan lokal seperti singkong dan umbi-umbian bukan sekadar nostalgia, tetapi strategi nyata untuk menghadapi krisis pangan global yang mulai terasa.
“Semoga kreasi ini menjadi produk andalan daerah, sekaligus membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan lokal yang sehat dan bergizi,” tutup Seno penuh optimisme.
Di tengah maraknya pangan cepat saji dan serbuan produk impor, lomba sederhana di Samarinda itu menjadi pengingat: ketahanan pangan tidak harus mewah cukup dimulai dari dapur rumah sendiri. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan