Ibu dan Bayi Tewas di Musala

JAKARTA – Tragedi memilukan kembali mengguncang Jakarta. Di tengah hiruk-pikuk Terminal Kalideres, Jakarta Barat, seorang wanita berinisial H (38) dan bayi laki-lakinya ditemukan tak bernyawa di dalam musala, Kamis (09/10/2025). Ironisnya, kematian itu terjadi bukan semata karena takdir, melainkan karena sistem sosial yang gagal melihat jeritan orang kecil yang hidup di pinggiran terminal kota.

Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, pada Jumat (10/10/2025) mengatakan, “Tempat kejadian perkara, di dalam musala terminal bus Kalideres Jakarta Barat. Korban H perempuan dan bayi Mr X.”

Temuan mengejutkan itu berawal saat korban terlihat menuju kamar mandi musala. Tak lama kemudian, dia keluar sambil membawa keranjang sampah. “Tidak lama kemudian saksi melihat korban keluar dari kamar mandi sambil mendorong keranjang sampah. Kemudian keranjang tersebut diletakan di samping musala, lalu korban masuk ke dalam musala yang tak jauh dari kamar mandi umum,” jelas Reonald.

Beberapa menit kemudian, saksi mendapati korban tergeletak bersimbah darah. Ia diduga meninggal dunia karena pendarahan hebat setelah melahirkan. “Seorang warga masuk ke dalam musala dan melihat korban tergeletak dengan penuh darah di daerah kaki. Korban diduga meninggal dunia karena kehabisan darah saat melahirkan. Selanjutnya korban dibawa ke RS Polri guna visum,” ujarnya.

Pantauan wartawan di lokasi, pada Sabtu (11/10/2025), garis polisi telah membentang di musala berukuran 2×3 meter. Musala itu kini sepi, hanya menyisakan bekas darah dan tanya yang tak terjawab: mengapa seorang ibu harus melahirkan sendirian di ruang publik tanpa pertolongan medis?

Seorang penjaga toilet bercerita bahwa korban sempat meminta teh hangat sebelum melahirkan. Ia juga sempat disarankan untuk pergi ke bidan atau rumah sakit, tetapi menolak. “Sempat mau dibawa ke bidan atau rumah sakit tapi dia yang menolak. Kalau dibawa ke puskesmas paling enggak, dia tertolong. Dia meninggal karena pendarahan melahirkan,” tutur saksi dengan nada menyesal.

Kepanikan makin menjadi setelah warga menyadari bahwa bayi yang dilahirkan tidak ditemukan. Bayi itu ternyata berada di dalam keranjang sampah di depan musala. “Mereka nyari bayinya di mana, baru sadar di keranjang sampah di depan musala. Dibawa ke rumah sakit. Anaknya langsung dikubur kayaknya,” kata warga lain.

Kepala Terminal Kalideres, Revi Zulkarnaen, menyebut bahwa korban dikenal sebagai tukang urut bagi para sopir bus. “Ibu itu profesinya ternyata tukang urut di terminal. Tukang urut sopir-sopir,” ujarnya.

Korban bukan warga setempat. Ia kerap tidur di area terminal atau di bagasi mobil. Hidup di ruang transit yang keras, tanpa tempat aman untuk beristirahat, apalagi melahirkan. Ironisnya, lingkungan sekitar yang sudah terbiasa dengan keberadaannya justru tidak menyadari bahwa hari itu, ia tengah berjuang antara hidup dan mati.

Kematian ibu dan bayi di musala ini menggugah pertanyaan serius: di mana peran negara dan pemerintah kota terhadap kaum marjinal yang hidup di ruang publik? Bagaimana sistem sosial memungkinkan seorang ibu melahirkan sendirian di ruang ibadah tanpa bantuan medis atau sosial sedikit pun?

Jakarta yang selalu bangga dengan kemajuan infrastrukturnya, ternyata masih menyimpan sudut gelap di mana kehidupan dan kematian orang kecil berlangsung tanpa saksi yang peduli. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com