MARTAPURA – Di tengah gempita program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digembar-gemborkan sebagai upaya mencerdaskan anak bangsa, muncul paradoks di lapangan. Sementara di SDN Rantau Kiwa 2, Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Kepala Sekolah Nurul Huda berusaha meyakinkan publik bahwa program tersebut berjalan aman, di sisi lain ratusan pelajar di Martapura justru tumbang setelah menyantap menu serupa.
Pada Sabtu (11/10/2025), Nurul Huda menyatakan setiap makanan yang datang ke sekolahnya selalu diperiksa lebih dulu. “Setiap kali makanan datang, kami cicipi dulu. Dilihat aromanya, rasanya, dan kesegarannya. Kalau ada tanda-tanda basi, langsung kami tahan dan tidak dibagikan,” ujarnya tegas.
Langkah antisipatif itu, katanya, diambil karena maraknya kasus keracunan makanan di berbagai daerah, termasuk di Kalimantan Selatan. “Melihat berita anak-anak keracunan itu, kami jadi makin hati-hati. Alhamdulillah, sejauh ini tidak ada keluhan dari siswa, semuanya sehat,” tambahnya.
Namun pernyataan aman itu terasa kontras dengan kenyataan di Martapura. Sebanyak 130 siswa dilaporkan mengalami sakit dan mual setelah menyantap makanan MBG pada Jumat (10/10/2025). Hasil uji laboratorium sementara menemukan adanya kontaminasi nitrat pada nasi kuning dan sayur, sebagaimana diungkapkan oleh Plt Kepala Dinkes Banjar, dr. H. Noripansyah.
“Dari hasil uji laboratorium sementara, nasi kuning dan sayur menunjukkan hasil positif nitrat. Artinya, kandungan ini bisa menjadi penyebab munculnya gejala keracunan pada siswa,” ujarnya di RSUD Ratu Zalecha.
Meski demikian, ia menegaskan hasil tersebut masih bersifat sementara. Pemeriksaan lanjutan oleh Laboratorium Forensik Cabang Surabaya masih ditunggu untuk memastikan penyebab pasti.
Di sisi lain, Badan Gizi Nasional (BGN) turun tangan dengan membentuk tim investigasi independen. Ketua tim, Karimah Muhammad, menyatakan pihaknya tengah menelusuri kemungkinan adanya zat berbahaya di instalasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Tungkaran. “Kami harus mencari tahu penyebab kejadian kemarin. Buktinya ada pada kepala dinas kesehatan, dan malam ini kami akan memperoleh datanya,” ujarnya di lokasi pada Sabtu (11/10/2025).
Karimah menegaskan bahwa penyelidikan tidak boleh didasari asumsi. “Kami tidak boleh hanya berasumsi. Semua harus berbasis bukti. Kami harus tahu berapa angkanya, di sampel mana ditemukan, dan apakah angka tersebut benar-benar berbahaya,” tegasnya.
Terkait kemungkinan penutupan SPPG Tungkaran, ia menyebut kewenangan itu ada di tangan BGN atau instansi teknis lain. “Kami hanya melaporkan hasil temuan di lapangan. Setelah laporan lengkap, baru bisa diketahui kesalahan dan tingkat pelanggarannya,” jelasnya.
Dari hasil pengamatan sementara, tim menemukan kekurangan administratif dan teknis di SPPG tersebut, termasuk belum terpenuhinya Surat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) syarat wajib bagi semua penyedia makanan bergizi sekolah.
Ironisnya, program yang semula dimaksudkan untuk menyehatkan justru menimbulkan kekhawatiran baru. Di satu sisi, sekolah seperti SDN Rantau Kiwa 2 mati-matian menjaga kualitas, namun di sisi lain, lemahnya pengawasan dan standar gizi di lapangan menunjukkan lubang besar dalam sistem pelaksanaan MBG. Jika dibiarkan, program yang seharusnya menjadi kebanggaan nasional ini bisa berubah menjadi bom waktu yang mengancam generasi muda. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan